selamat datang di blog saya

Inilah bahan ajar yang mempertimbangkan kreatifitas peserta didik untuk keberhasilan proses belajar mengajar.

Kamis, 02 September 2010

biologi planaria

Biologi Planaria
1. Klasifikasi dan ciri morfologi
Menurut Jordan dan Verma (1979) klasifikasi planaria adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Sub Ordo : Paludicola
Famili : Planariidae
Genus : Euplanaria
Species : Euplanaria, sp
Planaria tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira antara 5-25 mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, berpigmen gelap kearah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal. Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan (Soemadji, 1994/1995).
Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan
7
8
dinding berotot, dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral diketemukan zona adesif. Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus, berfungsi dalam pergerakan (Jasin, 1984). Morfologi planaria dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi planaria (Radiopoetro, 1990).
Keterangan:
A = anterior 1. titik mata
P = posterior 2. auricula
D = dorsal 3. lubang mulut
V = ventral 4. pharynx
C = caput 5. porus genitalis
2. Sifat-sifat (habitat)
Dalam Jasin (1984), planaria biasa disebut dengan istilah Euplanaria atau Dugesia. Planaria hidup bebas di perairan tawar yang jernih, lebih suka pada air yang tidak mengalir. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya dibalik batu-
9
batuan, dibawah daun yang jatuh ke air dan lain-lain. Menurut Radiopoetro (1990) planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa. Mereka menghindari sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau sepotong kayu. Cacing ini mudah diperoleh dengan cara memasukkan sekerat daging hati ke dalam air sungai atau genangan air selama beberapa saat. Jika di dalam air tersebut ada planaria, maka bila daging itu kemudian diambil akan terbawa juga planaria melekat pada daging hati tersebut.
3. Sistem gerak
Dalam Kastawi dkk (2001) dijelaskan, meskipun hidup di air planaria tidak berenang, tetapi bergerak dengan cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan bantuan silia yang ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu merupakan “jalur” yang akan dilalui. Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir menyebabkan hewan bergerak. Selama berjalan meluncur, gelombang yang bersifat teratur tampak bergerak dari kepala ke arah belakang. Pada gerak merayap, tubuh planaria memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkeram pada substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus.
4. Nutrisi
Makanan planaria adalah hewan-hewan kecil atau zat-zat organik lainnya. Bila planaria dalam keadaan lapar ia akan bergerak secara aktif di
10
dalam air. Makanan tersebut akan ditangkap oleh faringnya untuk selanjutnya dibawa masuk ke dalam mulutnya. Dari bagian mulut makanan akan diteruskan ke bagian usus yang bercabang tiga, satu ke bagian anterior dan dua ke bagian posterior. Disini makanan akan dicerna secara ekstra seluler. Pencernaan selanjutnya dilakukan di dalam sel (intraseluler) dalam vakuola makanan. Hasil pencernaan makanan akan diteruskan pada sel-sel atau jaringan lainnya secara difusi. Sisa-sisa pencernaan makanan akan dikeluarkan kembali melalui mulut (Soemadji. 1994/1995).
5. Respirasi dan ekskresi
Menurut Jasin (1984), seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, planaria juga belum mempunyai alat pernafasan khusus. Pengambilan O2 dari lingkungan ekstern berjalan secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan tubuh. Dengan adanya kondisi tubuh yang pipih atau tipis semakin memberi kelancaran pertukaran gas tersebut.
Sistem ekskresi pada planaria sudah mempunyai alat khusus. Sistem tersebut terdiri dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel-api atau “flame-cell”. Pada masing-masing sisi tubuh biasanya terdapat 1 hingga 4 buah pembuluh pengumpul yang membentang longitudinal.
11
6. Sistem syaraf
Sistem syaraf terdiri dari 2 batang syaraf yang membujur memanjang, di bagian anteriornya berhubungan silang dan 2 ganglia anterior terletak dekat di bawah mata (Brotowidjoyo, 1994).
B. Regenerasi pada Planaria
Menurut Hadikastowo (1982) regenerasi adalah suatu proses pemotongan atau perusakkan bagian tubuh dan kemudian tumbuh lagi mengadakan fragmentasi atau penyembuhan kembali. Regenerasi merupakan proses perkembangbiakan suatu individu dari bagian tubuhnya yang terlepas. Hewan tingkat rendah biasanya mempunyai daya fragmentasi yang tinggi, misal: geranium, hydra, crustaceae, salamander dan planaria. Dalam Newmark & Alvarado (2005), planaria mempunyai kemampuan untuk melakukan regenerasi dengan cara memotong-motong tubuhnya atau dengan pembelahan secara alami. Proses regenerasi tersebut dengan cara menyambung potongan-potongan tubuh dan juga pemisahan pada bagian-bagian tertentu yang disebut sebagai regenerasi blastema.
Planaria bila mengalami luka baik secara alami maupun buatan, bagian tubuh manapun yang rusak akan diganti dengan yang baru. Jika tubuh planaria dipotong-potong maka tiap potongan akan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu baru yang lengkap seperti induknya (Kastawi, dkk. 2003).
Child dalam Radiopoetro (1990) melakukan percobaan dengan planaria, bagian tengah tubuh planaria dipotong dan diperoleh hasil bahwa
12
pada bagian ujung anterior akan terbentuk kepala dan pada bagian posterior akan terbentuk caudanya. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa potongan bagian anterior regenerasinya lebih cepat dari pada bagian posterior. Planaria yang dipotong melintang menjadi 3 bagian (anterior, tengah dan posterior) dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Planaria dipotong melintang menjadi 3 bagian yaitu anterior, tengah dan posterior (Jordan & Verma. 1979).
Planaria berkembangbiak dengan cara aseksual dan seksual Perkembangbiakkan aseksual terjadi dengan pembelahan secara transversal. Pembelahan terjadi ketika planaria telah mencapai ukuran tubuh maksimum. Saat membelah, bagian posterior tubuh dilekatkan pada substrat secara kuat, kemudian bagian depan tubuh ditarik kearah depan sehingga tubuhnya putus menjadi dua dibelakang pharynx. Sisa tubuh bagian depan akan membentuk bagian ekor yang hilang dan bagian posterior tubuh yang terputus akan membentuk kepala baru (Kastawi, dkk. 2001).
Menurut Radiopoetro (1990) planaria akan membelah diri, jika mendapat cukup makanan. Badan memanjang, kemudian didekat bagian posterior pharynx terjadi penyempitan dan meregang, sehingga akhirnya
13
putus. Potongan bagian anterior bergerak atau pindah dan sesudah kira-kira satu hari terbentuk lagi bagian posteriornya (cauda) dan terbentuklah individu baru. Potongan bagian posterior melingkar dan tidak bergerak. Sesudah beberapa hari akan terbentuk lagi kepala dan pharynx, pada permulaannya sangat kecil tetapi dengan pemberian makan yang cukup akan segera tumbuh sempurna. Reproduksi aseksual planaria, dengan melakukan kontriksi (penyempitan) bagian posterior dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Reproduksi aseksual planaria (Kastawi, dkk. 2001).
Keterangan:
a. induk; b. pemanjangan; c. hewan muda hasil pembelahan
Pada perkembangbiakan seksual keberadaan alat reproduksi bersifat sementara. Alat reproduksi terbentuk selama musim kawin. Sesudah itu alat reproduksi mengalami degenerasi dan planaria menjadi bersifat aseksual dan berkembang biak secara membelah. Reproduksi seksual mengembangkan organ kelamin yang bersifat hermaprodit dan berkembang biak secara seksual setiap tahun sekali pada awal musim panas (Kastawi, dkk. 2003). Menurut Anonim (2005) musim kawin planaria terjadi pada bulan Februari-Maret.
14
Menurut Soemadji (1994/1995) bila planaria akan melakukan perkawinan maka dua planaria akan saling menempelkan bagian ujung posteriornya di bagian ventral. Penis dari masing-masing planaria tersebut akan masuk ke dalam genital atrium masing-masing planaria pasangannya dan sperma dari vesikula seminalis pada alat reproduksi jantan akan ditransfer ke dalam reseptakula seminalis pada reproduksi betina. Dengan demikian terjadilah pembuahan internal secara silang. Setelah terjadi pertukaran sperma planaria akan memisah dan sperma pada masing-masing tubuh planaria akan bergerak ke oviduk untuk membuahi telur.
Dalam Kastawi dkk (2001) bahwa planaria melakukan kopulasi beberapa kali selama musim kawin, dan planaria saat kopulasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Planaria saat kopulasi (Kastawi, dkk. 2001).
C. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Planaria
Untuk menghasilkan suatu organisme lengkap, perkembangan normalnya mencakup tumbuh dan diferensiasi yang berlangsung di bawah suatu koordinasi ketat dengan urutan yang tepat. Bila suatu bagian hilang, karena suatu kecelakaan atau karena perlakuan dalam eksperimen, kehilangan akan dikenal dan terjadilah proses-proses perbaikan. Jika hal ini terjadi
15
sebelum struktur itu terdiferensiasi, maka akan terjadi pembentukan kembali dari bagian-bagian yang hilang dan disebut regulasi. Diferensiasi adalah proses perubahan yang terjadi pada sel atau jaringan selama perkembangan sehingga dicapai ciri struktural dan fungsional yang khusus (Sudarwati & Sutasurya, 1990).
Setiap hewan hanya dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya. Keberhasilan hidup hewan sangat ditentukan oleh sumberdaya lingkungan dan kondisi lingkungan (Kramadibrata, 1996).
Dalam Anonim (2005) disebutkan bahwa pemberian makanan pada planaria bisa berupa bits kecil dari yolk kuning telur yang masak, hati dan cacing tubifex yang segar dan berbau khas, diberikan beberapa hari sampai satu minggu. Setelah diberi makan, planaria dibiarkan selama 30 menit sampai 1 jam dan selama beregenerasi tidak memberi makan pada planaria. Turbellaria pada umumnya merupakan hewan karnivor, makanannya berupa hewan-hewan kecil (cacing, crustacea, siput dan potongan-potongan hewan mati) (Kastawi, dkk. 2001).
Planaria yang diaklimasi untuk merespon rangsangannya, hanya bisa ditempatkan pada mata air atau kolam, bukan air suling atau air leding. Air suling tidak mengandung mineral dan nutrisi yang dibutuhkan planaria, sedang air leding didalamnya mengandung klorin dan florida yang bisa menyebabkan kematian pada planaria (Anonim, 2005).
16
Menurut Sudarwati & Sutasurya (1990) regenerasi dapat terjadi lewat adanya kumpulan sel-sel yang belum terdiferensiasi pada suatu luka, disebut blastema yang kemudian akan berproliferasi dan secara progresif berdiferensiasi membentuk bagian-bagian yang hilang. Blastema dapat berasal dari sel-sel pada permukaan luka atau dapat pula berasal dari sel-sel cadangan khusus, misalnya neoblast yang bermigrasi ke tempat luka. Bila planaria dipotong, neoblast akan tampak terhimpun pada permukaan luka sehingga terbentuk suatu blastema yang kemudian akan berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk bagian-bagian yang hilang. Setelah mendapat perlakuan dengan sinar X, regenerasi tidak berlangsung, tetapi daya regenerasi dapat pulih kembali jika dicangkokkan sedikit jaringan yang mengandung neoblast dari planaria yang tidak diradiasi.
Selama beregenerasi planaria dapat dipelihara pada temperatur 68-72oF (20-22,2oC), dengan tidak menurunkan suhunya serta tidak menempatkannya pada cahaya yang kuat dan sebaiknya memelihara planaria pada tempat gelap. Planaria sensitif terhadap cahaya kuat, temperatur dan pH, jika kondisi lingkungan diubah ukuran tubuh planaria menjadi lebih kecil dari ukuran semula (Anonim, 2005).
D. Ekosistem Sungai Semirang
Menurut Dirdjosoemarto (1993/1994) ekosistem perairan merupakan ekosistem dengan habitat air, air merupakan medium eksternal ekositem itu. Habitat air tawar dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:
17
1. Habitat lentik (lenis = tenang) seperti danau, kolam dan rawa.
2. Habitat lotik (lotus = mencuci) pada habitat ini airnya mengalir seperti mata air, selokan dan sungai.
Odum (1993) mengemukakan, bahwa pada umumnya sungai menunjukkan dua habitat utama dilihat dari kecepatan arus dan substrat dasarnya, yaitu habitat air tenang atau pool dan habitat air deras riffle, sehingga ada dua tipe ekosistem pada suatu aliran sungai.
Zona atau habitat air tenang merupakan bagian air yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap didasar, sehingga dasarnya lunak tidak sesuai untuk benthos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan plankton. Zona atau habitat air deras merupakan daerah yang dangkal, kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni benthos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang kuat pada dasar yang padat, dan oleh ikan yang kuat berenang misalnya “darter”.
Dalam Ngabekti (2004) organisme komunitas air deras dan air tenang, menunjukkan adaptasi untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir, beberapa bentuk adaptasi itu adalah sebagai berikut.
1. Melekat permanen pada substrat yang kokoh seperti batu, batang kayu atau massa daun. Beberapa binatang dapat melekat dengan baik, seperti spons air tawar dan larva lalat “caddis” yang melekatkan bungkus badannya ke batuan.
18
2. Kaitan dan penghisap. Sejumlah besar binatang yang hidup di aliran air deras mempunyai kaitan dan penghisap, memungkinkan mereka untuk berpegang pada permukaan yang tampaknya halus.
3. Permukaan bawah yang lengket. Banyak binatang dapat menempelkan diri pada permukaan dengan bagian bawahnya yang lengket.
4. Badan yang stream line. Hampir semua binatang aliran air, dari larva serangga sampai ikan menunjukkan bentuk yang stream line yaitu bentuk badannya hampir serupa telur, melengkung lebar didepan dan meruncing kebelakang.
5. Badan yang pipih, memungkinkan organisme menemukan tempat perlindungan dibawah batu dan dicelah-celah batu.
Menurut Dirdjosoemarto (1993) ekosistem habitat air tawar yang mengalir memiliki beberapa faktor pembatas yaitu:
1. Suhu
Variasi suhu pada ekosistem air tawar sangat kecil dan perubahan berlangsung sangat lambat.
2. Cahaya
Penetrasi atau penembusan cahaya dibatasi oleh bahan-bahan tersuspensi.
3. Arus air
Arus air merupakan faktor pembatas utama untuk ekosistem air yang mengalir, karena hal ini mempengaruhi distribusi oksigen, garam-garam mineral dan organisme kecil.
19
4. O2 terlarut
Oksigen merupakan faktor pembatas yang paling penting untuk habitat air terutama didanau dan perairan yang banyak mengandung bahan organik.
5. CO2 terlarut
Kenaikan suhu dihilir sungai meningkatkan kadar karbondioksida terlarut.
6. pH (derajat keasaman)
pH air merupakan suatu ukuran keasaman air yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan perairan.
Sungai Semirang terletak di Desa Gogik Kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang, terkenal dengan air terjunnya, yang merupakan salah satu objek wisata di Kota Semarang.
Selain dikunjungi untuk menikmati air terjunnya, Sungai Semirang juga sering dijadikan sebagai objek kajian biologi di alam, khususnya mata kuliah Ekologi. Karena kondisi Sungai Semirang yang masih alami dengan berbagai organisme dan tumbuhan yang hidup didalamnya.
Sungai Semirang merupakan bagian hulu Sungai Kaligarang, berasal dari mata air di Gunung Ungaran dan bermuara di Laut Jawa. Aliran air Sungai Semirang berkelok-kelok, dengan substrat dasar batu-batuan yang licin. Jenis hewan dari kelas Turbellaria yaitu planaria, merupakan organisme yang hidupnya menempel pada substrat didasar perairan. Organisme lain yang ditemukan di Sungai Semirang antara lain dari kelas Gastropoda, Insecta dan Crustaceae. Vegetasi yang ada disekitar Sungai Semirang antara lain Oxalis corniculata, Drymaria cordata, Costus spesiosus, Melastoma affine dan lain-
20
lain. Pemilihan Sungai Semirang sebagai tempat penelitian karena beberapa hal yaitu:
1. Kondisi Sungai Semirang masih bersifat alami dan bervariasi, baik tumbuhan ataupun binatang yang hidup didalamnya.
2. Salah satu tempat yang didiami planaria atau sebagai habitat planaria, yang tidak pada setiap sungai bisa ditemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar