selamat datang di blog saya

Inilah bahan ajar yang mempertimbangkan kreatifitas peserta didik untuk keberhasilan proses belajar mengajar.

Selasa, 14 September 2010

Pengaruh Lama Penyinaran Lampu TL di malam Hari Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada Sistem Hidroponik NFT dalam Greenhouse.

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang memenuhi syarat empat sehat lima sempurna. Dalam susunan menu tersebut sayuran merupakan salah satu komponen yang tidak dapat ditinggalkan. Itulah sebabnya manusia menanam berbagai jenis sayuran untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Sayuran merupakan produk pertanian yang dikonsumsi manusia dengan pengolahan yang minimal. Sayuran memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit, tergantung sayuran tersebut.
Warsito (1991:22) menyatakan bahwa, “Diantara tanaman sayur-sayuran yang mudah dibudidayakan adalah sawi. Sayuran sawi adalah tanaman semusim yang termasuk kedalam family Cruciferae. Sawi merupakan jenis sayuran penting dalam pembinaan kesehatan manusia, karena mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh”.
Sawi merupakan jenis sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik. Produksi sawi terus meningkat dalam 5 tahun terakhir secara nasional yaitu 454.815 ton pada tahun 2000 menjadi 548.456 ton pada tahun 2005 (Haryanto : 2002).
Dalam pembudidayaan untuk memenuhi kebutuhan sayuran sawi tersebut dapat ditanam di tanah ataupun secara hidroponik. Bercocok tanam menggunakan hidroponik sangat beragam, salah satunya secara Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique). Hidroponik NFT adalah teknik penanaman dengan media tanam berupa air. Pada sistem Hidroponik NFT, akar tanaman terendam dalam air yang mengandung pupuk. Air bersikulasi selama 24 jam terus menerus. Sebagian akar terendam dan sebagian lagi berada diatas permukaan air. Lapisan air sangat tipis, sekitar 3 mm, sehingga mirip film.
Onny (2004:02) menyatakan bahwa, “Dengan teknik Hidroponik NFT, reaksi tanaman terhadap perubahan formula pupuk dapat segera terlihat. Kontrol pengairan juga demikian. Salah satu kelebihan sistem Hidroponik NFT ialah memungkinkan tanaman berproduksi sepanjang tahun. Sebagai contoh sayuran Sawi yang umur panennya 25 hari. Jika dihitung dari umurnya, sayuran umur pendek dan bisa ditanam 14 kali dalam setahun”.
Demikian juga halnya keperluan tanaman akan suhu dan sinar. Tanaman membutuhkan sinar, suhu dan tingkat kelembaban sesuai dengan keadaan aslinya. Unsur tersebut harus diperhatikan, karena tanaman tidak akan dapat tumbuh berkembang tanpa sinar dan suhu yang sesuai dengan kebutuhannya. Walaupun kebutuhan tanaman terhadap penyinaran di siang hari telah tercukupi, tetapi dapat juga ditambahkan penyinaran buatan pada malam hari dengan bantuan lampu. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Lama Penyinaran Lampu TL di malam Hari Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Pada Sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) dalam Greenhouse.


Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah lama penyinaran lampu TL di malam hari pada sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) dalam greenhouse dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi ?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama penyinaran lampu TL di malam hari terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi dengan menggunakan sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) di dalam greenhouse.

Manfaat Penelitian
Setiap pengkajian atau penelitian yang dilakukan seseorang, tentu ada perkembangan dan segi manfaatnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
Dapat menjadi bahan informasi bagi para petani dan masyarakat umumnya dalam meningkatkan produksi tanaman sawi.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melatih peneliti dalam mengembangkan kemampuan bercocok tanam sistem Hidroponik NFT(Nutrient Film Technique).
Dapat menjadi bahan masukan bagi para peneliti selanjutnya dalam memperoleh keterangan yang lebih akurat dan lebih spesifik dalam pencahayaan buatan untuk perkembangan dan produktifitas pertumbuhan tanaman sawi dapat ditingkatkan dengan menggunakan sistem hidroponik NFT ( Nutrient Film Technique).

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan adalah lama penyinaran lampu TL di malam hari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah mengkaji masalah fisiologi tumbuhan yaitu pengaruh penggunaan lampu TL sebagai cahaya tambahan di malam hari pada sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique).

Definisi Istilah
Untuk mempermudah pemahaman isi karya tulis ini, maka didefinisikan istilah-istilah penting yang menjadi pokok pembahasan utama dalam karya tulis ini, yaitu :
Lampu TL merupakan sebuah nama lampu, yang khusus disebut lampu fluorescent. Lampu TL tersebut, 3 hingga 5 kali lebih efisien daripada lampu pijar standar dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet.
NFT (Nutrient Film Technique) adalah salah satu sistem dalam budidaya secara hidroponik. Sistem ini menggunakan media air yang mengandung nutrisi, dan air tersebut mengalir tipis rata-rata 0,5 mm – 3 mm, tipis seperti film. Sedangkan akar terendam sebagian.
Greenhouse (rumah kaca) berasal dari kata green yang berarti hijau dan house yang berarti rumah. Karenanya istilah itu bisa diterjemahkan sebagai rumah hijau. Pada mulanya greenhouse dibuat dari bahan kaca yang tembus pandang. Pada perkembangan teknologi ditemukan bahan lain yang dinilai lebih efisien dan efektif sebagai bahan pembuat greenhouse. Bahan-bahan itu antara lain berbagai jenis plastik, fiberglass, dan net. Oleh karenanya, istilah rumah kaca bisa disebut juga rumah plastik.
Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang penting untuk kesehatan manusia karena banyak mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh seperti vitamin A, B dan vitamin C.
Pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang progresif dari suatu organisme. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh faktor dalam tanaman dan faktor lingkungannya. Ada 7 faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu ; temperatur, sinar matahari, CO2, curah hujan, penggenangan, badai yang hebat dan ketinggian diatas permukaan laut. Pertumbuhan tanaman merupakan hasil akhir dari proses fisiologi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan peningkatan ukuran yang bersifat permanen.









BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 Botani Tanaman Sawi
2.1.1 Klasifikasi
Tanaman sawi merupakan tanaman semusim yang memiliki ciri khas yaitu berdaun lonjong, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi ditunjukkan pada gambar 2.1.
Menurut Haryanto dkk. (2002:09), “Tanaman sawi diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoedales (Brassicales)
Familia : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L.


Gambar 2.1. Tanaman sawi
(Sumber : Koleksi pribadi)
2.1.2 Morfologi
2.1.2.1 Akar
Menurut Rukmana (1994:36), “Tanaman sawi memiliki akar tunggang dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang dan menyebar ke semua arah pada kedalaman 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah serta menguatkan berdirinya batang tanaman”.

2.1.2.2 Batang
Rukmana (1994:40), “Tanaman sawi memiliki batang pendek, yaitu berkisar antara 10-15 cm, beruas-ruas dan mempunyai sebagai alat penopang daun”. Batang tanaman sawi ditunjukkan pada gambar 2.2.

2.1.2.3 Daun
Menurut Haryanto dkk. (1998:11), “Pada umumnya daun-daun sawi bersayap atau lebar memanjang, yaitu berkisar antara 16-20 cm, tipis dan berwarna hijau. Tangkai daunnya panjang yang berkisar antara 10-15 cm, langsing dan berwarna putih kehijauan”. Daun tanaman sawi ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Daun dan Batang tanaman sawi
(Sumber : Anonimus, 2009)

2.1.2.4 Bunga
Bunga tanaman sawi tergolong bunga sempurna dengan tipe recemosa yaitu bunga mekar dimulai dari bawah keatas (Warsito, 1985:60).
Struktur bunga tanaman sawi tersusun dalam tangkai bunga, tumbuh memanjang dan bertangkai banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 1994:45). Bunga tanaman sawi ditunjukkan pada gambar 2.3.


Gambar 2.3. Bunga Sawi
(Sumber : Anonimus, 2009)

2.1.2.5 Buah dan Biji
Buah sawi bentuknya memanjang dan berongga, berisi 2-8 butir biji yang berbentuk bulat berwarna coklat atau dan berongga, berisi 2-8 butir biji yang berbentuk bulat berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman dan berukuran kecil. Permukaannya licin dan mengkilap dan agak keras (Rukmana, 1994:47). Biji tanaman sawi ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Biji Sawi
(Sumber : Anonimus, 2009)
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Sawi
2.2.1 Iklim
Tanaman sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga tanaman ini dapat ditanam sepanjang tahun. Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Sunaryono, 1984:140).
Selanjutnya Haryanto dkk. (2002:25), menyatakan bahwa pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur dan air yang cukup, tanaman ini dapat tumbuh baik.
Tanaman sawi dapat ditanam didataran tinggi maupun dataran rendah, namun lebih banyak diusahakan pada dataran rendah yaitu pekarangan, di ladang atau disawah dan jarang diusahakan didaerah pegunungan (Nazaruddin, 1995).
Sumaryono (1984:120) menyatakan bahwa, “Daerah penanaman yang cocok adalah dari ketinggian tempat 5-1200 m diatas permukaan laut, dan biasanya tanaman ini dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian tempat 100-500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1000-1500 mm per tahun, suhu udara 15-29 0C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari dan kelembaban udara antara 60-100%”
.
2.2.2 Tanah
Tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, banyak mengandung humus, subur dan drainasenya baik, seperti jenis tanah Andosol. Penggemburan tanah dapat menciptakan kondisi lahan yang dibutuhkan agar mampu tumbuh dengan baik. Tanah yang digemburkan mula-mula harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak (Nazaruddin, 1995:118).
Derajat keasaman (pH) yang optimum untuk pertumbuhan tanaman sawi yaitu berkisar antara 6-7 (Haryanto dkk., 2002:25).

2.2.3 Biologis
Gardner (1991:249) menyatakan bahwa, “Faktor biologis yang mempengaruhi tanaman sawi yaitu keberadaan gulma, serangga, organisme penyebab penyakit, nematode, macam-macam tipe herbivora, dan mikroorganisme tanah, seperti bakteri pemfiksasi N2 dan bakteri denitrifikasi, serta mikorhiza (asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman)”.

2.3 Hidroponik NFT
2.3.1 Teknologi Hidroponik
Hidroponik adalah teknik budidaya tanaman menggunakan cairan mengandung nutrien bukan tanah sebagai media tanam (Anomimus, 2009). Dalam sistem hidroponik media tumbuh adalah tempatnya akar tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan oleh tanaman serta menopang tubuh tanaman.
Menurut Lingga (1999:16), “Hidroponik atau istilah hydoponics adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa tanah sebagai tempat menanam tanaman. Istilah ini dikalangan umum lebih popular dengan sebutan berkebun tanpa tanah”.
Air yang digunakan hendaknya memenuhi syarat-syarat tertentu misalnya pH, kekeruhan, ukuran partikel, unsur-unsur kimia, dan proporsi. Kemurnian dan daya larut bahan kimia pupuk yang digunakan harus tinggi sehingga tidak ada endapan yang akan menyumbat sistem irigasi. Unsur hara atau nutrisi yang terkandung didalam larutan mempunyai proporsi tertentu sesuai dengan kebutuhan jenis tanaman, fase pertumbuhan dan sasaran produksi. Rumus ramuan ini sangat menentukan kualitas, bentuk, bobot, rasa, aroma dan penampilan produk yang akan dihasilkan (Karsono dkk, 2002:23).
Untuk melengkapi kebutuhan sinar matahari, tingkat kelembaban, serta kontrol pertumbuhan, tanaman hidroponik diletakkan di dalam rumah plastik (greenhouse). Di dalam rumah plastik kelembaban dan sinar matahari bisa diatur sehingga tidak menimbulkan persoalan bagi peminat hidroponik dirumah. Misalnya kebutuhan sinar matahari diganti dengan penyinaran lampu khusus sehingga tanaman tetap berfotosintesis walaupun berada di dalam ruangan.

2.3.2 Sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique)
NFT (Nutrient Film Technique) adalah salah satu sistem dalam budidaya secara hidroponik. Sistem ini menggunakan media air yang mengandung nutrisi, dan air tersebut mengalir tipis rata-rata 0,5 mm – 3 mm, tipis seperti film. Sedangkan akar terendam sebagian. Tetapi sistem ini pun sudah sangat berkembang dan di modifikasi dengan berbagai teknik, sebagian besar aliran air nutrisi tanaman mengalir dan kembali lagi dialirkan (circulating). Hidroponik NFT pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1970, dan masuk ke Indonesia tahun 1992 (Sugiyanto, 2008)
Hidroponik NFT adalah cara bercocok tanam dengan memberikan nutrisi pada akar tanaman. Salah Satu penerapan dalam industri pertanian adalah dengan sistem kontrol untuk mengontrol nutrisi pada hidroponik NFT.
NFT (Nutrient Film Technique) termasuk cara baru bercocok tanam secara hidroponik. Pada sistem ini sebagian akar terendam dalam air yang sudah mengandung pupuk dan sebagian lagi berada di permukaan atas permukaan air yang bersirkulasi selama 24 jam secara terus menerus. Hidroponik NFT dapat diterapkan di dataran tinggi maupun rendah. Beragam tanaman yang bisa ditanam dengan sistem NFT kecuali tanaman berumbi. Salah satu kelebihan sistem NFT ialah memungkinkan tanaman bereproduksi sepanjang tahun (Anonimus, 2009).
Sistem hidroponik NFT jauh berbeda dengan hidroponik substrat. Pada hidroponik substrat, tanaman ditumbuhkan di media non tanah, seperti arang sekam, zeolit, batu kerikil, perlit, pasir, rockwool, gambut, atau serbuk gergaji. Pada media itulah akar berkembang. Sementara pada hidroponik NFT, akar tanaman terendam dalam air yang mengandung pupuk. Air bersirkulasi selama 24 jam terus-menerus. Sebagian akar terendam dan sebagian lagi berada di atas permukaan air. Lapisan air sangat tipis, sekitar 3 mm, sehingga mirip film. Oleh karena itu, teknik ini disebut NFT (Sugianto, 2008).
Hidroponik NFT dikategorikan sistem tertutup, sedangkan hidroponik substrat termasuk sistem terbuka. Pada sistem tertutup, air bersirkulasi 24 jam terus menerus atau bisa juga diatur pada waktu-waktu tertentu dengan pengatur waktu. Pada sistem terbuka, air yang telah bercampur pupuk tidak bersirkulasi, melainkan didistribusikan ke tanaman dengan jumlah yang sudah di tentukan. Dalam hal ini, tanaman ditumbuhkan di polibag dan diberi “makan” melalui jaringan mikroirigasi. Larutan pupuk tidak diteteskan ke media tanam dan langsung diserap, tidak bisa kembali lagi (Untung, 1999:07).
Masing-masing sistem hidroponik memiliki kelebihan dan kekurangan, pada sistem hidroponik NFT bila terjadi infeksi penyakit pada salah satu tanaman maka seluruh tanaman akan tertular dalam waktu singkat.
Dengan teknik NFT, reaksi tanaman terhadap perubahan formula pupuk dapat segera terlihat. Kontrol pengairan juga demikian. Namun, teknik NFT membutuhkan suplai listrik selama 24 jam/hari. Demikian jika listrik mati selama beberapa jam maka seluruh tanaman dalam sistem NFT terancam mati total.
Ada dua sistem hidroponik yaitu hidroponik pasif dan hidroponik aktif. Sistem hidroponik pasif merupakan sistem larutan nutrisinya diam dalam bak atau kolam. Sistem ini digunakan untuk tanaman jangka pendek seperti sayuran daun seperti selada, sawi, kailan, dan bayam. Contoh sistem ini adalah hidroponik bak dan sistem hidroponik rakit. Sedangkan hidroponik aktif merupakan sistem dimana laroponik rakit. Sedangkan hidroponik aktif merupakan sistem dimana larutan nutrisi disimpan dalam tangki dan dialirkan ke akar tanaman, kemudian larutan nutrisi tersebut akan dikembalikan ke dalam tangki. Proses ini akan bersikulasi sampai tanaman dapat dipanen, contoh sistem ini adalah DFT, NFT, dan Aeroponik (Anonimus, 2009).

2.4 Pencahayaan
2.4.1 Cahaya Alami
Cahaya alami adalah cahaya yang bersumber dari alam seperti cahaya matahari. Energi surya merupakan sumber energi pokok bagi tanaman dalam melaksanakan proses produksinya melalui proses fotosintesis. Sehingga unsur cahaya harus mendapat perhatian serius, karena hampir semua tanaman yang berdaun hijau yang memiliki kegiatan fotosintesis. Konsep dasar produksi tanaman adalah pengalihan energi surya menjadi produk tanaman yang diambil manusia dan hewan dalam berbagai bentuk.
Penerapan energi pelengkap sebagai masukan dalam bentuk kerja manusia dan hewan, bahan bakar, mesin dan alat-alat pertanian, pupuk dan obat-obatan tidak lain adalah sebagai usaha untuk meningkatkan proses konservasi energi matahari ke dalam bentuk produk tanaman. Prinsipnya, makin besar energi matahari yang tertangkap oleh tanaman per hektar, makin besar hasil tanaman yang akan diperoleh bila air, tenaga manusia cukup tersedia. Tingkatan pengaruh cahaya ditentukan oleh :
Intensitas cahaya
Kualitas cahaya
Lamanya penyinaran (Heddy, 1990:43).
Tanggapan tanaman terhadap cahaya ditentukan oleh sintesis hijau daun, kegiatan stomata (respirasi, transpirasi), pembuatan anthosianin, suhu dari organ-organ permukaan, absorpsi mineral hara, permeabilitas, laju pernafasan dan aliran protoplasma. Semua ini merupakan kegiatan fisiologi tanaman yang dikelola. Kebanyakan tanaman memerlukan intensitas cahaya lemah pada stadia kecambah, misalnya kopi, coklat, tembakau dan cengkeh. Untuk jenis tanaman tersebut, dalam pembibitannya dibuat perlindungan, guna mencegah cahaya langsung yang mungkin dapat membahayakan benih yang sedang bertumbuh (Hasan, 2005:38).
Tidak semua energi cahaya matahari dapat diabsorpsi oleh tanaman. Cahaya yang dapat dilihat saja yang berpengaruh terhadap tanaman dalam kegiatan fotosintesisnya. Cahaya itu disebut dengan PAR (Photosynthetic Activy Radiation) dan mempunyai panjang gelombang 400 mu sampai 750 mu (Hasan, 2005:40).

2.4.2 Cahaya Buatan
Cahaya (Light) adalah gelombang elektromagnet yang mempunyai panjang antara 380-700 nm (nanometer). Pencahayaan buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang bersumber dari alat yang diciptakan oleh manusia seperti lampu, lilin, lampu minyak tanah, dan obor. Cahaya buatan sering secara langsung diartikan dengan cahaya lampu, sebaliknya cahaya alami adalah (natural light) yaitu cahaya yang bersumber dari alam dan biasa diartikan dengan cahaya matahari (Satwiko, 2005:11).
Pencahayaan buatan ini dibutuhkan bila :
Tidak tersedianya cahaya alami siang hari, saat matahari terbenam dan terbit.
Tidak tersedianya cahaya alami dari matahari saat mendung tebal, intensitas cahaya langit akan berkurang.
Cahaya alami matahari tidak dapat menjangkau tempat tertentu didalam ruangan yang jauh dari jendala.
Diperlukan cahaya merata pada ruang lebar, pada ruang lebar hanya disekitar jendela saja yang terang, sedangkan dibagian tengah akan redup.
Diperlukan intensitas cahaya konstan.
Cahaya dibutuhkan untuk efek khusus dan fungsi khusus.
Pencahayaaan buatan harus dibantu oleh beberapa alat, salah satunya adalah lampu. Lampu begitu banyak tersedia di toko, salah satunya adalah lampu fluorescent.
Menurut Satwiko (2005:17), Lampu fluorescent merupakan suatu cahaya yang dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu. Fosfor tersebut berpendar karena menyerap gelombang pendek cahaya ungu-ultra sebagai akibat lecutan listrik (terbentuk oleh loncatan elektron antar katode di dalam tabung yang berisi uap merkuri bertekanan rendah dan argon). Ramuan bubuk menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Lebih dari 25% energi dijadikan cahaya. Efiksasinya antara 40-85 lm/watt. Pada 100 jam pertama, terjadi penyusutan besar pada intensitas cahayanya (lumen). Efikasi (lumen per watt) lampu fluorescent 2-3 kali lebih baik dari lampu pijar.

Keuntungan memakai lampu fluorescent adalah :
Lumen per watt (efikasi) tinggi.
Awet (umur panjang), hingga 20.000 jam (dengan asumsi lama penyalaan 3 jam setiap penyalaan). Makin sering dihidup-matikan, umur makin pendek).
Bentuk lampu yang memanjang menerangi area yang lebih luas dengan cahaya baur.
Untuk penerangan yang tidak menghendaki bayangan, lampu fluorescent lebih baik daripada lampu pijar.
Warna cahaya yang cenderung putih-dingin menguntungkan untuk daerah tropis lembab karena secara psikologi akan menyejukkan ruangan.
Kerugiaan memakai lampu fluorescent adalah :
Output cahaya terpengaruh oleh suhu dan kelembaban.
Tidak mudah mengatur intensitas cahayanya dengan dimmer.
Warna putih cenderung tidak alami, terutama untuk warna kulit.
Kecorobohan pemasangan balas sering menimbulkan bunyi degung yang mengganggu dan melelahkan.
Balas akan mengeluarkan cukup banyak panas yang membebani mesin pengkondisi udara (air conditioner).
Semakin banyak jumlah lampu dalam suatu luminer, efisiensi semakin rendah karena cahaya yang terhalang, terperangkap, serta panas yang timbul. Sebuah lampu fluorescent yang terbuka memiliki efisiensi 95%, sedangkan empat lampu fluorescent yang dijejalkan pada satu luminer hanya akan mempunyai efisiensi 64%.

2.5 Hubungan Cahaya dan Tanaman
Cahaya merupakan faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan energi matahari oleh tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplas. Fotosintesis sebagai sumber energi bagi reaksi cahaya, fotolisis air menghasilkan cahaya similasi (ATP dan NADPH2).
Cahaya matahari ditangkap daun sebagai foton dan tidak semua radiasi matahari mampu diserap tanaman. Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610-700 nm), hijau kuning (510-600 nm), biru (410-500 nm) dan violet (<400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis (Darmodjo dan Kaligis, 2004). 2.6 Fotosintesis Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Menurut Darmodjo dan Kaligis (2004), Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang. Selanjutnya Heddy (1990:47) menyatakan bahwa, “Fotosintesis sering didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi sintesa karbohidrat tertentu dari karbon dioksida dan air yang dilakukan oleh sel-sel yang berklorofil dengan adanya cahaya dan membebaskan gas oksigen. Proses fotosintesis ini kadang-kadang disebut juga dengan istilah asimilasi karbon.” Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan energi matahari oleh tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplas. Dalam fotosintesis terdapat dua tahap yaitu reaksi terang dan reaksi gelap (Siklus Calvin). Reaksi terang terjadi pada grana (granum), sedangkan reaksi gelap terjadi di dalam stomata. Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2). Sedangkan dalam siklus Calvin membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH). Energi yang digunakan dalam siklus Calvin di peroleh dari reaksi terang. Menurut Gardner (1991:08), “Reaksi terang yaitu mikroskop electron memungkinkan manusia mempelajari lebih detail mengenai kloroplas, yaitu peralatan fotosintesis tumbuhan. Kloroplas, organel berbentuk lensa yang berukuran 1-10 µm, menunjukkan dua bagian pokok : (1) lamela (membran) dan (2) stroma. Pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia (fotofosforilasi) terjadi di dalam lamel dan terdiri dari oksidasi air dan penghasilan potensi kimia, atau nikotinamid adenine dinukleotid fosfat yang tereduksi (NADPH) dan fosforilasi dari adenosine difosfst (ADP) menjadi adenosine trifosfat (ATP).” Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan. 2.7 Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang progresip dari suatu organisme. Selanjutnya menurut Gardner (1991:247-248), “Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran), kedua proses ini memerlukan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat berbalik.” Pertumbuhan dapat ditujukan terhadap perkembangan satu atau beberapa organ atau seluruh tanaman dan dapat dinyatakan dalam berat, panjang, tinggi ataupun diameter. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh faktor dalam tanaman dan faktor lingkungannya. Ada 7 faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu ; temperatur, sinar matahari, CO2, curah hujan, penggenangan, badai yang hebat dan ketinggian diatas permukaan laut. Faktor-faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi pertumbuhan adalah ketersediaan mineral, kadar air, dan udara didalam tanah, kelembaban udara dan lamanya penyinaran serta suhu. Proses fotosintesis dan evapontranspirasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan efektifitas dalam memanfaatkan tenaga matahari, ketersediaan CO2 dan sebagainya (Anonimus, 2009). Total periode pertumbuhan tanaman adalah jumlah hari dimulai dari penanaman sampai hari akhir pemanenan. Biasanya periode pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada keadaan-keadaan lokal dimana tanaman tersebut tumbuh, sehingga penting sekali untuk mendapatkan data-data tersebut. Pada tanaman sayuran cocok dengan keadaan kelembaban yang cukup, apabila kelembaban udaranya atau kelembaban tanah yang kurang menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik atau bahkan mati. Sebaliknya apabila kelembaban cukup tinggi, sedangkan antara penguapan dan penghisapan air seimbang pertumbuhan akan lebih cepat. BAB III METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Jl. Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung, Banda Aceh. Di mulai pada tanggal 20 Mei 2009 sampai 29 Juni 2009. Alat dan Bahan Alat Sistem jaringan NFT (Kontruksi NFT, talang berukuran (panjang 0,5 m, tinggi 12 cm, dan lebar dasar 11 cm), selang plastik, pipa PVC (jaringan perpipaan) Drum nutrisi kapasitas 50 liter Rumah lampu dan lampu TL Kabel listrik Termometer Genset Gelas ukur Pompa listrik Meteran/penggaris Perangkat alat tulis Kalkulator Bahan Sawi (Brassica juncea) Larutan nutrisi (hasil melarutkan pupuk dengan air) Stryrofoam dan rockwool sebagai media tanam tanaman Plastik hitam Metode Penelitian dan Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ”eksperimen” dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. P0 = Kontrol. (Pencahayaan alami tanpa penambahan cahaya buatan) P1 = Pencahayaan alami + cahaya buatan selama 2 jam yang dimulai jam 19.00 WIB-21.00 WIB P2 = Pencahayaan alami + cahaya buatan selama 4 jam yang dimulai jam 19.00 WIB-23.00 WIB P3 = Pencahayaan alami + cahaya buatan selama 6 jam yang dimulai jam 19.00 WIB-01.00 WIB Prosedur Pelaksanaan Penelitian Rancangan sistem Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Rancangan konstruksi hidroponik NFT dengan ukuran dan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu dengan memakai kemiringan 6%, tinggi maksimum = 0,54 meter, tinggi minimum = 0,30 meter dan panjang talang = 1 meter. Kerangka kontruksi terbuat dari kayu. Diatas rangka tersebut diletakkan talang, terbuat dari PVC (polyvinyl chloride) dengan panjang 1 meter, tinggi 12 cm, lebar dasarnya 11 cm, dan berbentuk rata. Kedua ujung talang diberi tutup yang terbuat dari PVC pula. Selang disambungkan dengan pralon yang bermuara di drum nutrisi yang berkapasitas 50 liter. Di luar drum ada pompa submersibel atau pompa celup yang memompakan kembali larutan ke inlet talang sebagai daur ulang aliran larutan nutrisi. Kemudian diletakkan drum nutrisi pada posisi sejajar dengan ketinggian minimum dari ujung outlet talang dan dipasang pipa lateral yang dilengkapi selang plastik sebagai inlet pada drum nutrisi. Dipasang juga pipa penampung dengan posisi miring yang dilengkapi dengan selang plastik sebagai outlet. Kemudian diletakkan termometer. Drum lalu di isi larutan nutrisi, lalu diaduk larutan tercampur merata. Pompa yang diletakkan diluar drum, pompa diaktifkan agar nutrisi mengalir di dalam talang yang terbuat dari PVC, setelah itu baru dilakukan pemindahan tanaman dilakukan pengamatan pada setiap data yang ditentukan sampai tanaman dapat dipanen selama 25 hari. 3.4.2 Media Tanam Sebagai media tanam akan digunakan sehelai styrofoam dengan panjang 97 cm, lebar 90 cm, dan tebal 2 cm. Stryrofoam tersebut diberi beberapa lubang tanam yang berdiameter 2 cm dengan jarak antar lubang 15 x 15 cm dan populasi pertumbuhan sekitar 36 tanaman/m2. Ukuran 2 x 1 m adalah ukuran standar 1 helai styrofoam. Lubang tanam di lembaran styrofoam sebaiknya berbentuk kerucut terbalik sehingga dapat menahan busa dan anak semai yang baik dan mencegah jatuh. Pada Styrofoam dengan ketebalan 2 cm, diameter lubang bagian atas dibuat 2 cm dan diameter bagian bawah 1 cm. Lubang bisa dibuat dengan paku, cutter, atau peralatan tajam lainnya. Busa pembungkus anak semai menjamin anak semai tetap segar karena sebelumnya dibasahi dan terus-menerus mendapat kabut butiran larutan sehingga tanaman cepat tumbuh besar. Akan lebih baik jika menggunakan rockwool karena sifatnya yang kuat menahan air atau larutan dan rongga udara tetap banyak meskipun terlihat jenuh air. Cara menyemaikan benih tidak merepotkan, benih yang sudah diberi perlakuan ditaburkan diatas rockwool dan dibiarkan tumbuh sampai tiba saatnya dipindahkan ke Styrofoam. Tetapi mempunyai resiko karena pertumbuhan bibit tidak seragam. Maka setiap rockwool ditabur 2 biji semai dan akan diseleksi dengan pertumbuhan yang seragam. 3.4.3 Pembuatan Pupuk Dalam meramu pupuk, bahan-bahan dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu pekatan A dan pekatan B. Hal ini dilakukan karena Ca yang terdapat didalam pekatan A akan mengendap dan tidak larut bila bertemu dengan sulfat dan fosfat dalam pekatan B sehingga nantinya tidak dapat diserap oleh akar. Dicampur pekatan A sebanyak 1 liter dan pekatan B sebanyak 1 liter dengan 200 liter air bersih. Nutrisi AB mix adalah merk nutrisi cair yang berbeda komposisinya. Dan dapat diperoleh di toko Pertanian. Nutrisi AB mix ditunjukkan pada gambar 3.1. Gambar 3.1. Nutrisi AB Mix (Sumber : koleksi pribadi) 3.4.4 Pembibitan Tanaman Tanaman sawi sebelum ditanam maka terlebih dahulu harus disemai benihnya di dalam media rockwool dengan jarak tanam benih sekitar 1 cm x 1 cm dalam setiap lubang dimasukkan 2 benih. Media yang digunakan cukup untuk sekali saja karena sudah dianggap terkontaminasi oleh penyakit. Untuk jenis benih pada tanaman hidroponik NFT ini hendaknya dipilih tanaman yang berumur pendek dan ringan. Pada proses penanaman benihnya dapat ditanam dalam barisan maupun disebarkan secara jarang. Di atas benih ditutupi lagi dengan sekam dengan tujuan untuk menjaga kelembaban. Setelah itu media dapat ditutup dengan plastik atau dibiarkan terbuka agar cahaya matahari dapat leluasa mengenai media sehingga anak semai akan dapat tumbuh tegap, media kemudian disiram sampai bagian bawahnya basah benar. Penyiraman ini dilakukan sekali sehari untuk menjaga rongga tetap banyak tersedia sehingga benih tidak kekurangan oksigen. Bila keesokan harinya kecambah sudah muncul, penyiraman dapat dilakukan beberapa kali perharinya untuk menjaga kestabilan kelembaban media. Persemaian ini hendaknya dilakukan di tempat yang teduh. Untuk perawatannya, kelembaban media persemaian harus tetap dijaga. Kekeringan satu jam saja sudah berakibat buruk bagi perkecambahan dan pertumbuhan anak semai dipersemaian maupun dilapangan nantinya. Oleh karenanya penyiraman dilakukan beberapa kali dalam sehari dalam jangka waktu 10-14 hari, pada waktu ini anak semai sudah layak untuk dipindah tanamkan, sehari menjelang pindah tanam, hendaknya persemaian disemprot fungisida dan insektisida. Residunya akan tahan lama selama seminggu, sehingga selama seminggu anak semai terlindung dari serangan hama dan penyakit. Pada saat dipindah tanamkan, anak semai dicabut sekalian dengan rockwool, lalu dimasukkan kedalam styrofoam serta diusahakan agar tidak ada akar yang putus walau sangat panjang dan mungkin akan menggangau kerja tanamnya. Waktu antara pencabutan anak semai dari wadah persemaian hingga pindah tanam dilapangan hendaknya dilakukan dengan secepatnya karena anak semai sangat peka terhadap kekeringan. Apabila tanaman sudah siap dipindah tanamkan maka dapat langsung kita pindahkan ke dalam rumah hidroponik NFT. 3.4.5 Pemasangan Lampu TL Lampu TL dengan daya 36 watt sebanyak tiga buah, dipasangkan pada tengah Styrofoam ukuran 1 x 1 m di dalam green house, fungsinya adalah untuk menggantikan cahaya matahari yang tidak dapat diperoleh pada malam hari, dengan tujuan untuk memperoleh jumlah penyinaran yang lebih lama. Ini ditujukan juga untuk mempercepat proses pertumbuhan tanaman bila dibandingkan tanpa menggunakan energi listrik sebagai energi alternatif dalam mengganti energi matahari. Lampu tersebut dipasang pada ketinggian 150 cm diatas tanaman sawi. Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian 3.5 Parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini dihitung pada 25 hari setelah tanam, yaitu : Berat basah (gr). Jumlah daun (helai). Lebar daun (cm). 3.6 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (ANAVA). Model untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ti+ εj +εij Keterangan : Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum Ti = Pengaruh balik ke-j εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Sastrosupadi 2004:72) Untuk menerima atau menolak hipotesis digunakan taraf uji F (α) 0,05 dan uji F (α) 0,01 dengan ketentuan sebagai berikut: Jika Fhitung ≥ Ftabel maka hipotesis diterima Jika Fhitung < Ftabel maka hipotesis ditolak Jika Fhitung menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata maka dapat dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung nilai koefisien keragaman (KK). Keterangan : KK = Koefisien keragaman = Rerata seluruh data percobaan Cara menentukan jenis uji lanjutan adalah sebagai berikut: Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada kondisi heterogen), uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah uji Duncan, karena uji ini dapat dikatakan yang paling teliti. Jika KK sedang (antara 5-10% pada kondisi homogen atau antara 10-20% pada kondisi heterogen), uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah uji BNT (Beda Nyata Terkecil), karena uji ini dapat dikatakan juga berketelitian sedang. Jika KK kecil (maksimal 5% pada kondisi homogen atau maksimal 10% pada kondisi heterogen), uji lanjutan yang sebaiknya dipakai adalah uji BNJ (Beda Nyata Jujur), karena uji ini tergolong kurang teliti (Hanafiah 2005:41). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 4.1.1 Berat Basah Tanaman Sawi Pengukuran berat basah tanaman sawi dilakukan dengan cara di timbang dengan timbangan dalam satuan gr pada 25 hari setelah tanam. Adapun hasil pengamatan terhadap berat basah pada 25 hari setelah tanam ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1. Berat Basah Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam (gr) Perlakuan Kelompok Total Rata-rata 1 2 3 4 5 6 P0 42,1 47,5 45,6 46 64,1 54,5 299,8 49,97 P1 57,5 52,8 47 48,1 69,8 50,8 326 54,33 P2 77,8 57 53,1 54 76 72,3 390,2 65,03 P3 31 43,8 32,6 38,6 61,7 46,6 254,3 42,38 Total 208,4 201,1 178,3 186,7 271,6 224,2 1270,3 52,93 (Sumber data primer: 2009) Gambar 4.1 Berat Basah Tanan Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam (gr) Pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 terlihat bahwa perlakuan dengan penambahan cahaya 4 jam (P2) menghasilkan berat yang paling maksimal yaitu rata-rata 65,03. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan dengan penambahan cahaya 2 jam (P1) dengan rata-rata 54,33. Kemudian diikuti perlakuan kontrol (P0) dengan rata-rata 49,97. Dan yang terakhir perlakuan dengan penambahan cahaya 6 jam (P3) dengan rata-rata 42,38. Untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran terhadap berat basah tanaman sawi untuk tiap perlakuan dilakukan uji analisis varian (ANAVA) yang ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Analisis Varian Berat Basah Tanaman Sawi Sumber Varian Db JK KT F Hit. F Tabel α 0,05 Kelompok 5 1402,01 280,40 - - Perlakuan 3 1610,84 536,94 14* 3,29 Eror 15 575,03 38,33 Total 23 3587,89 Keterangan : * = Berbeda nyata (Sumber data primer: 2009) Berdasarkan hasil Analisis Varian pada Tabel 4.2 diatas, maka diperoleh F hitung (14) > F tabel (3,29) pada taraf signifikan α 0,05.
Berdasarkan hasil Analisis Varian, F hitung menunjukkan perbedaan yang nyata maka untuk mengetahui perbedaan antara 1 perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji lanjut. Uji lanjut dapat ditentukan dengan menghitung nilai koefisien keragaman (KK).

KK= 11,69

Setelah koefisien keragaman diketahui yaitu 11,69 maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.
BNT_α=〖db error〗_α √((2 x KT_error)/r)
BNT (0,05) = 7,61
P3 P0 P1 P2
42,38 49,97 54,33 65,03
a
---------------------------- a
ab
b
Tabel 4.3 Hasil uji BNT Berat Basah Tanaman Sawi
Perlakuan Rata-rata Berat Basah
P0
P1
P2
P3 49,97 a
54,33 ab
65,03 b
42,38 a
Keterangan : a = tidak beda nyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)
Hasil uji BNT menunjukkan perlakuan normal (P0) berbeda nyata dengan perlakuan penambahan cahaya 2 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P2), sedangkan dengan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3) tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan penambahan cahaya 2 jam (P1) sangat berbeda nyata dengan perlakuan dengan penambahan cahaya 4 jam (P2). Begitu juga dengan perlakuan penambahan cahaya 4 jam sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P0), perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3).

4.1.2 Jumlah Daun Tanaman Sawi
Pengamatan terhadap jumlah daun dilakukan pada 25 hari setelah tanam. Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun perhelai. Hasil pengamatan 25 hari setelah tanam ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.4 Jumlah Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam (helai)
Perlakuan Kelompok Total Rata-rata
1 2 3 4 5 6
P0 7 7 7 8 8 7 44 7
P1 9 7 8 7 7 7 45 8
P2 8 8 8 8 9 8 50 9
P3 7 7 6 7 7 7 41 7
Total 31 29 29 30 31 29 180
8
(Sumber data primer : 2009)



Gambar 4.2 Jumlah Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam

Pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 terlihat bahwa jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan penambahan cahaya selama 4 jam (P2) dengan rata-rata 50 kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan penambahan cahaya selama 2 jam (P1) dengan rata-rata 45. Kemudian diikuti oleh perlakuan tanpa penambahan cahaya (P0) dengan rata-rata 44, dan terakhir perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3) dengan rata-rata 41.
Untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran terhadap jumlah daun tanaman sawi pada 25 hari setelah tanam dilakukan uji analisis varian (ANAVA) yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.





Tabel 4.5 Analisis Varian Jumlah Daun Tanaman Sawi
Sumber Varian Db JK KT F Hit. F Tabel
α 0,05
Kelompok 5 1,20 0,24 -
Perlakuan 3 5,45 1,81 5,15* 3,29
Eror 15 5,29 0,35
Total 23 11,95
Keterangan : * = berbeda nyata
tn = Tidak berbeda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Berdasarkan hasil analisi varian pada Tabel 4.5 diatas, pada hari ke-25 setelah tanam diperoleh F hitung (5,15) > F tabel (3,29) pada taraf signifikan α 0,05.
Berdasarkan hasil Analisis Varian, F hitung menunjukkan perbedaan yang nyata maka untuk mengetahui perbedaan antara 1 perlakuan dengan perlakuan lain dilakukan uji lanjut. Uji lanjut dapat ditentukan dengan menghitung nilai koefisien keragaman (KK).

KK= 7,66
Setelah koefisien keragaman diketahui yaitu 7,66 maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.


BNT_α=〖db error〗_α √((2 x KT_error)/r)
BNT (0,05) = 0,72
P3 P0 P1 P2
6,98 7,28 7,30 8,27
a
------------------------------- a
ab
b
Tabel 4.6 Hasil Uji BNT Jumlah Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Rata-rata Jumlah Daun
P0
P1
P2
P3 7,28 a
7,30 ab
8,27 b
6,98 a
Keterangan : a = tidak beda nnyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Hasil uji BNT menunjukkan perlakuan normal (P0) berbeda nyata dengan perlakuan penambahan cahaya 2 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P2), sedangkan dengan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3) tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan penambahan cahaya 2 jam (P1) sangat berbeda nyata dengan perlakuan dengan penambahan cahaya 4 jam (P2). Begitu juga dengan perlakuan penambahan cahaya 4 jam sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P0), perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3).

4.1.3 Lebar Daun Tanaman Sawi
Pengamatan terhadap lebar daun dilakukan pada 25 hari setelah tanam. Hasil pengamatan 25 hari setelah tanam ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Lebar Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam (cm)
Perlakuan Kelompok Total Rata-rata
1 2 3 4 5 6
P0 7,4 8,8 7,9 7,5 7,4 7,1 46,1 7,68
P1 8,4 8,2 8,1 7,7 8 7,9 48,3 8,05
P2 9,3 9,7 10,3 9,8 10,1 11,4 60,6 10,10
P3 7,7 7,5 7,5 7,3 7,3 7,6 44,9 7,48
Total 32,8 34,2 33,8 32,3 32,8 34 199,9
8,33
(Sumber data primer : 2009)

Gambar 4.3 Lebar Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam

Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 terlihat bahwa lebar daun paling maksimal ditunjukkan pada perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P2) dengan rata-rata 10,10 cm. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan penambahan cahaya 2 jam (P1) dengan rata-rata 8,05 cm. Kemudian diikuti perlakuan tanpa penambahan cahaya (P0) dengan rata-rata 7,68 cm. Dan terakhir perlakuan dengan penambahan cahaya 6 jam (P3) dengan rata-rata 7,48 cm.
Untuk mengetahui pengaruh lama penyinaran terhadap lebar tanaman sawi pada 25 hari setelah tanam dilakukan uji analisis varian (ANAVA) yang ditunjukkan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Analisis Varian Lebar Daun Tanaman Sawi
Sumber Varian Db JK KT F Hit. F Tabel
α 0,05
Kelompok 5 0,76 0,15 - -
Perlakuan 3 26,07 8,69 31,72* 3,29
Eror 15 4,11 0,27
Total 23 30,95
Keterangan : * = Berbeda nyata
tn = Tidak berbeda nyata

(Sumber data primer :2009)

Berdasarkan hasil analisi varian pada Tabel 4. diatas, pada hari ke-25 setelah tanam diperoleh F hitung (31,72) > F tabel (3,29) pada taraf signifikan α 0,05.
Berdasarkan hasil Analisis Varian, F hitung menunjukkan perbedaan yang nyata maka untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan 1 dengan perlakuan lain dilakukan uji lanjut. Uji lanjut dapat ditentukan menghitung nilai koefisien keragaman (KK).

KK = 6,28
Setelah keragaman koefisien diketahui 6,28 maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) yang ditunjukkan pada Tabel 4.9.

BNT_α=〖db error〗_α √((2 x KT_error)/r)
BNT (0,05) = 0,64
P3 P0 P1 P2
7,48 7,68 8,05 10,10
a
------------------------------ a
ab
b






Tabel 4.9 Hasil Uji BNT Lebar Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Rata-rata Lebar Daun
P0
P1
P2
P3 7,68 a
8,65 ab
10,10 b
7,48 a
Keterangan : a = tidak beda nnyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Hasil uji BNT menunjukkan perlakuan normal (P0) berbeda nyata dengan perlakuan penambahan cahaya 2 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P2), sedangkan dengan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3) tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan penambahan cahaya 2 jam (P1) sangat berbeda nyata dengan perlakuan dengan penambahan cahaya 4 jam (P2). Begitu juga dengan perlakuan penambahan cahaya 4 jam sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P0), perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P1) dan perlakuan penambahan cahaya 6 jam (P3).

Tinjauan Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis varian untuk semua parameter yaitu berat basah tanaman sawi, jumlah daun tanaman sawi, dan lebar daun tanaman sawi diperoleh F hitung > F Tabel pada taraf signifikan 0,05. Oleh karena itu hipotesis pengaruh lama penyinaran lampu TL di malam hari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sa diterima.

Pembahasan
Berat Basah Tanaman Sawi
Berbedanya berat basah tanaman sawi pada setiap perlakuan disebabkan oleh pengaruh lama penyinaran lampu TL pada tanaman sawi di malam hari. Hasil yang paling maksimal adalah pada penyinaran lampu TL pada malam hari selama 4 jam, yang dimulai dari jam 19.00 WIB sampai jam 23.00 WIB (Tabel 3.1). Pada malam hari tumbuhan melakukan respirasi, apabila terdapat cahaya maka tumbuhan akan melakukan fotosintesi dan auksin (hormon pertumbuhan) bekerja dengan maksimal, tetapi bila tumbuhan mendapatkan cahaya secara terus-menerus maka tidak terbentuk amilum (Anonimus : 2009). Hal ini berarti untuk memperoleh hasil produksi tanaman sawi yang baik maka harus diperhatikan tingkat penambahan cahaya buatan pada malam hari, tidak boleh secara berlebihan atau kurang karena akan menghambat pertumbuhan tanaman sawi.
Pada hasil penelitian, jelas terlihat pada perlakuan penambahan cahaya buatan selama 6 jam menghasilkan berat basah tanaman sawi yang lebih kecil dibandingkan kontrol tanpa penambahan cahaya dan perlakuan penambahan cahaya 2 jam (P1) serta penambahan cahaya 4 jam (P2), diduga karena lama penyinaran lampu Tl di malam hari yang berlebihan. Sedangkan pada perlakuan penambahan cahaya selama 2 jam (P1) menghasilkan berat basah tanaman sawi yang lebih kecil dengan perlakuan penambahan cahaya 4 jam (P2), diduga karena lama penyinaran lampu TL di malam hari pada tanaman sawi kurang maksimal.
Hasil penelitian terlihat jelas bahwa berat basah tanaman sawi minimum adalah pada penambahan cahaya selama 6 jam (P3), diduga karena kelebihan penambahan cahaya sehingga menghambat pertumbuhan tanaman sawi. Dan jumlah daun yang optimum diperoleh pada penyinaran lampu TL di malam hari selama 4 jam (P2).

Jumlah Daun Tanaman Sawi
Sama halnya seperti berat basah tanaman sawi, jumlah daun tanaman sawi yang paling maksimal adalah pada perlakuan penyinaran lampu TL selama 4 jam (P2). Menurut Sadjad yang dikutip dari Sutopo (2002), “Suhu tinggi mengakibatkan proses respirasi berlangsung dengan cepat sehingga menghasilkan energi yang banyak. Tingginya laju respirasi maka pengambilan oksigen akan meningkat disertai meningkatnya aktivitas metabolisme dari kerja enzim sehingga mendorong cepatnya proses perkecambahan.” Hal ini menunjukkan bahwa cahaya yang ditambahkan pada setiap perlakuan dapat meningkatkan respirasi pada tanaman sawi. Dibandingkan dengan kontrol yang tidak mendapatkan penyinaran pada malam hari, jumlah daunnya berbeda dengan tanaman sawi dengan perlakuan penambahan cahaya selama 4 jam (P2).
Selanjutnya Nugroho (2006:17) menyatakan, “Daun merupakan organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilateral, berwarna hijau dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis. Berkaitan dengan itu, daun memiliki struktur mulut daun yang berguna untuk pertukaran gas CO2, O2 dan uap air dari daun ke alam sekitar dan sebaliknya.”
Pertumbuhan jumlah daun tanaman sawi dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor iklim, termasuk cahaya, temperatur dan air. Hasil penelitian jelas terlihat bahwa faktor cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan jumlah daun. Penyinaran lampu TL pada malam hari selama 4 jam (P2) menghasilkan jumlah daun yang optimum dibandingkan kontrol, penyinaran lampu TL selama 2 jam (P1) dan 6 jam (P3). Selanjutnya Gardner (1991:249), menyatakan bahwa, “Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal (iklim : cahaya, temperatur, air, panjang hari, angin, dan gas) dan faktor internal (ketahan terhadap tekanan iklim, laju fotosintetik, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan N, klorofil, karoten, tipe dan letak meristem,mkapasitas untuk menyimpan cadangan makanan, aktivitas enzim, pengaruh langsung gen dan diferensiasi.”
Hasil penelitian terlihat jelas bahwa jumlah daun tanaman sawi minimum adalah pada penambahan cahaya selama 6 jam (P3), diduga karena kelebihan penambahan cahaya sehingga menghambat pertumbuhan tanaman sawi. Dan jumlah daun yang optimum diperoleh pada penyinaran lampu TL di malam hari selama 4 jam (P2).

Lebar Daun Tanaman Sawi
Perlakuan dengan penyinaran lampu TL pada malam hari selama 4 jam (P2) merupakan hasil paling tinggi untuk menunjukkan hasil lebar daun yang paling maksimal dibandingkan dengan kontrol (P0), perlakuan dengan penyinaran lampu TL pada malam hari selama 2 jam(P1) dan perlakuan dengan penyinaran lampu TL selama 6 jam (P3). Perbedaan lebar daun setiap perlakuan diduga karena pengaruh penyinaran lampu TL yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan. Selanjutnya Gardner (1991:252) menyatakan bahwa, “Peningkatan hasil panen pada tanaman budidaya apa saja yang dihasilkan karena penambahan satu satuan riap dari faktor yang kurang itu, berimbang dengan berkurangnya faktor tersebut dari maksimum.”
Hasil penelitian yang maksimum dengan penyinaran lampu TL selama 4 jam pada malam hari dari pukul 19.00 WIB sampai 23.00 WIB. Lebar daun mencapai rata-rata 8, 27 cm. berbeda jauh dengan perlakuan penambahan cahaya 6 buatan jam yang hanya mencapai 6,98 cm. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan dengan penyinaran lampu TL selama 6 jam mengalami penghambatan pertumbuhan karena berlebihan cahaya buatan yang diberikan pada malam hari dari pukul 19.00 WIB sampai pukul 01.00 WIB.
Hasil penelitian terlihat jelas bahwa lebar daun tanaman sawi minimum adalah pada penambahan cahaya selama 6 jam (P3), diduga karena kelebihan penambahan cahaya sehingga menghambat pertumbuhan tanaman sawi. Dan jumlah daun yang optimum diperoleh pada penyinaran lampu TL di malam hari selama 4 jam (P2).




BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Lama penyinaran lampu TL dimalam hari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi pada sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique).
Penggunaan cahaya buatan pada malam hari selama 4 jam dari pukul 19.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB pada sistem hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) akan mendapatkan hasil tanaman sawi yang memiliki kualitas tinggi.

5.2 Saran
Apabila ingin melanjutkan penelitian ini disarankan nutrisi yang digunakan yaitu nutrisi serbuk atau nutrisi cairan yang lainnya.
Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan perlakuan yang serupa tetapi menggunakan sistem aeroponik atau hidroponik lainnya.
Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan perlakuan yang berbeda dan lampu jenis yang lain.


DAFTAR RUJUKAN

Anonimus. (2009). http://www.id.wikipedia.org/bunga sawi hijau/img/000408.jpg
Anonimus. (2009). http://www.id.wikipedia.org/daun dan batang sawi hijau/img/000408.jpg.

Anonimus. (2009). Cara Bercocok Tanam Dengan Hidroponik. http:// www.msn.hidroponiknft.com

Anonimus. (2009). http://www.staflab.ilmutanaman.com.
Darmodjo, dkk. 2004. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung : Armico.
Hanafiah, K. A. 2005. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi Edisi ke-3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Haryanto, dkk. 2002. Sawi dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya.
Hasan, B. J. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian : Tinjauan singkat tentang Anatomi, Fisiologi, Sistematika dan Genetika Dasar Tumbuh-Tumbuhan. Jakarta : CV. Rajawali.

Karsono, dkk. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Jakarta : Agromedia
Pustaka.

Lingga, P.1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nazaruddin. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nugroho, H. L. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Onny, U. 1999. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta : Karnisius.
Satwiko, P. 2005. Fisika Bangunan II. Jakarta : Erlangga.
Sugiyanto, E. 2008. Hidroponik Tanaman Sayuran. http://ediskoe@gmail.com
Sunaryono. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayuran Penting di Indonesia. Bandung : Sinar Baru.

Sutopo, L. (1993). Teknologi Benih. Jakarta : Rajawali.
Warsito, A. P. 1985. Bercocok Tanam Sayuran-Sayuran Penting di Indonesia. Jakarta : Bumi Restu.



















LAMPIRAN

Lampiran 1. Rumus Statistik Analisis Varian Rancangan Acak Kelompok (RAK).
FK= 〖(total jendral)〗^2/(jumlah kelompok x jumlah perlakuan)
JK Kelompok= (jumlah total kelompok yang sudah dikuadratkan)/(jumlah perlakuan)- FK
JK Perlakuan= (jumlah total perlakuan yang sudah dikuadratkan)/(jumlah ulangan)- FK
JK Total = (Jumlah total tiap data)2 – FK
JK Error/Galat = JK total- JK kelompok – JK perlakuan
db kelompok = r – 1
db perlakuan = t – 1
db error/galat = (r -1)(t – 1)
db total = rt – 1
KT= JK/db
F hitung= KT/KT_error
r = ulangan ; 6
t = perlakuan ; 4




Lampiran 2. Tabel Berat Basah Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam
Perlakuan Kelompok Total Rata-rata
1 2 3 4 5 6
P0 42,1 47,5 45,6 46 64,1 54,5 299,8 49,97
P1 57,5 52,8 47 48,1 69,8 50,8 326 54,33
P2 77,8 57 53,1 54 76 72,3 390,2 65,03
P3 31 43,8 32,6 38,6 61,7 46,6 254,3 42,38
Total 208,4 201,1 178,3 186,7 271,6 224,2 1270,3
52,93
(Sumber data primer: 2009)
Lampiran 3. Tabel Hasil KuadratTtiap-tiap Perlakuan Berat Basah Tanaman Sawi
Perlakuan Kelompok Total
1 2 3 4 5 6
P0 1772.4 2256.3 2079.4 2116 4108.8 2970.3 89880.04
P1 3306.3 2787.8 2209 2313.6 4872 2580.6 106276
P2 6052.8 3249 2819.6 2916 5776 5227.3 152256
P3 961 1918.4 1062.8 1490 3806.9 2171.6 64668.49
Total 43431 40441 31791 34857 73767 50266 1613662
(Sumber data primer : 2009)

FK= 〖(total jendral)〗^2/(jumlah kelompok x jumlah perlakuan)
=1613662/(6 x 4)
= 67235,92

JK Kelompok= (jumlah total kelompok yang sudah dikuadratkan)/(jumlah perlakuan)- FK
=((43431+40441+31791+34857+73767+50266))/4- 67235,92
= 1402,202
JK Perlakuan= (jumlah total perlakuan yang sudah dikuadratkan)/(jumlah ulangan)- FK
=(89880,04+106276+152256+64668,49)/6- 67235,92
= 1610,84
JK Total = (Jumlah total tiap data)2 – FK
= (1772+2256+2079+….+2172 – 67235,92
= 3587,89
JK Error/Galat = JK total- JK kelompok – JK perlakuan
= 3587,89 – 1610,84 – 1402,02
= 575,03
F hitung= KT/KT_error
= 536,94/38,33
= 14

Lampiran 4. Tabel Analisis Varian Berat Basah Tanaman Sawi
Sumber Varian db JK KT F Hit. F Tabel
α 0,05
Kelompok 5 1402,01 280,40 - -
Perlakuan 3 1610,84 536,94 14* 3,29
Eror 15 575,03 38,33
Total 23 3587,89
Keterangan : * = Berbeda nyata
(Sumber data primer: 2009)



Lampiran 5. Tabel Jumlah Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam
Perlakuan Kelompok Total Rata-rata
1 2 3 4 5 6
P0 7 7 7 8 8 7 44 7
P1 9 7 8 7 7 7 45 8
P2 8 8 8 8 9 8 50 9
P3 7 7 6 7 7 7 41 7
Total 31 29 29 30 31 29 180
8
(Sumber data primer : 2009)
Lampiran 6. Tabel Hasil Kuadrat Tiap-tiap Perlakuan Jumlah Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Kelompok Total
1 2 3 4 5 6
P0 49 49 49 64 64 49 1936
P1 81 49 64 49 49 49 2025
P2 64 64 64 64 81 64 2401
P3 49 49 36 49 49 49 1681
Total 961 841 841 900 961 841 32041
(Sumber data primer : 2009)

FK= 〖(total jendral)〗^2/(jumlah kelompok x jumlah perlakuan)
=32041/(6 x 4)
= 1335,04

JK Kelompok= (jumlah total kelompok yang sudah dikuadratkan)/(jumlah perlakuan)- FK
=((961+841+841+900+961+841))/4- 67235,92
= 1,21
JK Perlakuan= (jumlah total perlakuan yang sudah dikuadratkan)/(jumlah ulangan)- FK
=((1936+2025+2401+1681))/6- 1335,04
= 5,46
JK Total = (Jumlah total tiap data)2 – FK
= (49 + 49 + 49 + …. + 49) – 67235,92
= 11,96
JK Error/Galat = JK total- JK kelompok – JK perlakuan
= 11,96 – 1,21 – 5,46
= 5,29
F hitung= KT/KT_error
= 1,81/0,35
= 5,15

Lampiran 7. Tabel Analisis Varian Jumlah Daun Tanaman Sawi
Sumber Varian Db JK KT F Hit. F Tabel
α 0,05
Kelompok 5 1,20 0,24 - -
Perlakuan 3 5,45 1,81 5,15* 3,29
Eror 15 5,29 0,35
Total 23 11,95
Keterangan : * = berbeda nyata
tn = Tidak berbeda nyata
(Sumber data primer : 2009)



Lampiran 8. Tabel Lebar Daun Tanaman Sawi pada 25 Hari Setelah Tanam
Perlakuan Kelompok Total Rata-rata
1 2 3 4 5 6
P0 7,4 8,8 7,9 7,5 7,4 7,1 46,1 7,68
P1 8,4 8,2 8,1 7,7 8 7,9 48,3 8,05
P2 9,3 9,7 10,3 9,8 10,1 11,4 60,6 10,10
P3 7,7 7,5 7,5 7,3 7,3 7,6 44,9 7,48
Total 32,8 34,2 33,8 32,3 32,8 34 199,9
8,33
(Sumber data primer : 2009)
Lampiran 9. Tabel Hasil Kuadrat Tiap-tiap Perlakuan Lebar Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Kelompok Total
1 2 3 4 5 6
P0 54.76 77.44 62.41 56.25 54.76 50.41 2125.21
P1 70.56 67.24 65.61 59.29 64 62.41 2332.89
P2 86.49 94.09 106.09 96.04 102.01 129.96 3672.36
P3 59.29 56.25 56.25 53.29 53.29 57.76 2016.01
Total 1075.8 1169.6 1142.4 1043.3 1075.8 1156 39960.01
(Sumber data primer : 2009)

FK= 〖(total jendral)〗^2/(jumlah kelompok x jumlah perlakuan)
=39960,01/(6 x 4)
= 1665

JK Kelompok= (jumlah total kelompok yang sudah dikuadratkan)/(jumlah perlakuan)- FK
=((1075,8+1169,6+1142,4+1043,3+1075,8+1156))/4- 1665
= 0,76
JK Perlakuan= (jumlah total perlakuan yang sudah dikuadratkan)/(jumlah ulangan)- FK
=((2125,21+2332,89+3672,36+2016,01))/6- 1665
= 26,08
JK Total = (Jumlah total tiap data)2 – FK
= (54,76+77,44+62,41+….+57,76) – 67235,92
= 30,95
JK Error/Galat = JK total- JK kelompok – JK perlakuan
= 30,95 – 26,08 – 26,08
= 4,11
F hitung= KT/KT_error
= 8,69/0,27
= 31,72

Lampiran 10. Tabel Analisis Varian Lebar Daun Tanaman Sawi
Sumber Varian Db JK KT F Hit. F Tabel
α 0,05
Kelompok 5 0,76 0,15 - -
Perlakuan 3 26,07 8,69 31,72* 3,29
Eror 15 4,11 0,27
Total 23 30,95
Keterangan : * = Berbeda nyata
tn = Tidak berbeda nyata

(Sumber data primer :2009)


Lampiran 11. Rumus Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significant Difference) untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK)

BNT_α=t_α √((2 x s)/r)

Keterangan :
t = nilai yang diperoleh dari table pada taraf nyata α dengan derajat bebas galat.
s = nilai kuadrat tengah galat (KTerror)
r = replika/ulangan

Uji BNT Berat Basah Tanaman Sawi Setelah Panen
BNT_0,05=〖2,13〗_ √((2 x 38,33)/6)
= 7,61

P3 P0 P1 P2
42,38 49,97 54,33 65,03
a
---------------------------- a
ab
b


Lampiran 12. Tabel Hasil Uji BNT Berat Basah Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Perlakuan Rata-rata Berat Basah
P0
P1
P2
P3 49,97 a
54,33 ab
65,03 b
42,38 a
Keterangan : a = tidak beda nnyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Uji BNT Jumlah Daun hari ke-25 Tanaman Sawi Setelah Tanam
BNT_0,05=〖2,13〗_ √((2 x 0,35)/6)
= 0,72

P3 P0 P1 P2
6,98 7,28 7,30 8,27
a
------------------------------- a
ab
b



Lampiran 13. Tabel Hasil Uji BNT Jumlah Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Rata-rata Jumlah Daun
P0
P1
P2
P3 7,28 a
7,30 ab
8,27 b
6,98 a
Keterangan : a = tidak beda nnyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Uji BNT Lebar Daun hari ke-25 Tanaman Sawi Setelah Tanam
BNT_0,05=〖2,13〗_ √((2 x 0,27)/6)
= 0,64

P3 P0 P1 P2
7,48 7,68 8,05 10,10
a
------------------------------ a
ab
b



Lampiran 14. Tabel Hasil Uji BNT Lebar Daun Tanaman Sawi
Perlakuan Rata-rata Lebar Daun
P0
P1
P2
P3 7,68 a
8,65 ab
10,10 b
7,48 a
Keterangan : a = tidak beda nnyata
ab = beda nyata
b = sangat beda nyata
(Sumber data primer : 2009)

Konsep pembelahan sel

Konsep Pembelahan Sel

Tujuan Pembelahan Sel
Sel merupakan struktur terkecil dari makhluk hidup, oleh karena itu sel sangat menentukan fungsi dan bentuk dari organ atau jaringan yang disusunnya. Kumpulan dari banyak sel dengan struktur dan fungsi yang sama disebut jaringan dan kumpulan jaringan dengan tujuan fungsi tertentu disebut organ.
Untuk bisa mencapai jumlah banyak, sel melakukan pembelahan. Pembelahan sel mempunyai tujuan sebagai berikut :
• Regenerasi sel-sel yang rusak/mati
• Pertumbuhan dan perkembangan
• Berkembang biak (reproduksi)
• Variasi individu baru
Macam-macam Pembelahan Sel
Terdapat 3 macam pembelahan sel dengan tujuan dan fungsi yang berbeda, yaitu :
1. Pembelahan Mitosis
Pembelahan mitosis adalah pembelahan sel dimana sel anak identik dengan sel induk. Tahapan pembelahan mitosis sebagai berikut :

gambar 1.1 : tahapan pembelahan mitosis
Dari gambar diatas diketahui bahwa sel anak dan sel induk identik dan mempunyai jumlah kromosom yang sama.

gambar 1.2 : tahapan pembelahan mitosis dan check point
2. Pembelahan Meiosis
Meiosis atau pembelahan reduksi adalah pembelahan dengan proses yang hampir sama dengan pembelahan mitosis namun pada meiosis terjadi pngurangan (reduksi) jumlah kromosom. Meiosis terbagi menjadi 2 tahapan besar yaitu meiosis I dan meiosis II, masa istirahat antara keduanya disebut interfase.
Sel somatik manusia terdiri dari 46 kromosom (23 pasang kromosom), setengah berasal dari tiap orang tua. Masing-masing dari 22 autosom maternal memiliki kromosom paternal yang homolog. Pasangan kromosom ke 23 adalah kromosom seks yang menentukan jenis kelamin seseorang,
Sel ovum dan sperma hanya mempunyai setengah kromosom (haploid / n), apabila ovum dan sperma bersatu (fertilisasi) akan terbentuk zigot diploid (2n) yang akan tumbuh menjadi individu baru dengan gen hasil kombinasi dari ovum dan sperma. Tahapan pembelahan meiosis sebagai berikut :

gambar 2.1 : tahapan pembelahan meiosis

gambar 2.2 : tahapan pembelahan meiosis I dan II


gambar 2.3 : perbedaan tahapan meiosis dan mitosis
Gangguan Pembelahan Meiosis
Kesalahan selama pembelahan meiosis dapat merubah :
1. Jumlah kromosom per sel
2. struktur tiap kromosom
Kedua kesalahan diatas bisa berakibat pada fenotip (sifat yang muncul pada individu).
2.1. Kesalahan Jumlah kromosom
Nondisjunction meiosis dapat terjadi jika homolog gagal berpisah selama anafase M-1 dan kromatid gagal berpisah selama M-2 yang pada akhirnya gamet memiliki jumlah kromosom yang abnornal.
Terdapat 2 gangguan jumlah kromosom :
1. Aneuploid
• Trisomik (2n+1)
• Monosomik (2n-1)
2. Poliploid
• Triploid (3n)
• Tetraploid (4n)
2.2 Kesalahan Struktur Kromosom
Perubahan struktur kromosom dapat menyebabkan terjadinya empat macam struktur, yaitu :
• Delesi
• Duplikasi
• Inversi
• Translokasi
a. Delesi


b. Duplikasi


c. Inversi


d. Translokasi


3. Pembelahan Amitosis
Amitosis adalah reproduksi sel di mana sel membelah diri secara langsung tanpa melalui tahap-tahap pembelahan sel. Pembelahan cara ini banyak dijumpai pada sel-sel yang bersifat prokariotik, misalnya pada bakteri, ganggang biru.
Pembelahan amitosis sengaja tidak dibahas disini karena tidak terjadi pada manusia.

Peranan Evaluasi Kurikulum dalam Ujian Sebagai Evaluasi Sosial

PENDAHULUAN


A. PERANAN EVALUASI KURIKULUM DALAM UJIAN SEBAGAI EVALUASI SOSIAL

Ada beberapa pengertian evaluasi, Wand dan Brown (1957) mendefinisikan evaluasi sebagai “…refer to the act or process to determining the value of something” Evaluasi mengacu kepada suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu yang dievaluasi. Evaluasi merupakan suatu proses, yaitu dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian evaluasi bukanlah hasil atau produk, akan tetapi rangkaian kegiatan. Evaluasi juga berhubungan dengan pemberian nilai atau arti, yaitu evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai. Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan pengukuran. Pengukuran biasanya berkenaan dengan masalah kuantitatif untuk mendapatkan informasi yang diukur.
Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata pelajaran dapat dipandang sebagi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lamau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya berkat pengalaman dan penemuan-penemuan pada masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran (Dr.Oemar Hamalik 2008,16).
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan system pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Menurut Sukmadinata (2009:173), “Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Eavaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat sangat informal sampai dengan yang sangat formal.”

B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan evaluasi kurikulum, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana peranan ujian sebagai evaluasi sosial?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui peranan evaluasi khususnya ujian sebagai evaluasi sosial.














UJIAN SEBAGAI EVALUASI SOSIAL

Ujian memberikan dasar evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan belajar. Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu dilakukan.
Menurut Oemar (2008:30), ”Aspek-aspek yang perlu dinilai bertitik tolak dari aspek-aspek tujuan yang hendak dicapai,baik tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek yang dinilai berpangkal pada kemampuan-kemampuan apa yang hendak dikembangkan, setiap kemampuan itu mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai.”
Dari hasil evaluasi kurikulum dan hubungannya dengan konsep nilai dan arti ini bisa terjadi evaluator menyimpulkan bahwa kurikulum yang dievaluasi itu cukup sederhana dan dimengerti guru akan tetapi tidak memiliki arti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Sebaliknya, kurikulum yang dievaluasi itu memang seikit rumit untuk dioterpkan oleh guru akan tetapi memiliki nilai yang berarti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut ahli kurikulum diantaranya Oliva (1988), menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir, meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi. Maka evaluasi itu sendiri merupakan bagian yang terintegrasi dalam suatu proses pengembangan kurikulum. Rumusan tentang tujuan evaluasi dikemukakan oleh Purwanto dan Atwi (1999: 75) yaitu: (1) mengukur tercapainya tujuan dan mengetahuai hambatan-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum, (2) mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya, (3) memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi permasalahan yang timbul, (4) menentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangannya lebih lanjut, (5) mengukur dampak kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.
Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika aerikat dan Negara-negara lain., pengukuran yang berbentuk umum (publik) tersebut merupakan salah satu model evaluasi dalam pendidikan. Menguji adalah mengevaluasi kemampuan individu. Dengan adanya ujian-ujian tersebut, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi daripada penguasaan kemampuan yang lainnya.
Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik selama bertahun-tahun ditentukan oleh kemampuan yang mengingat fakta-fakta. Kecenderungan ini bukan saja didasari oleh teori psikologi lama, yang memandang bahwa otak yang lebih baik mampu menguasai fakta lebih banyak, tetapi juga oleh keadaanmasyarakat dimana buku-buku sumber (teks) pengetahuan secara relative tifak berubah selama dua abad. Westmister shoter catechism umpamanya digunakan sebagai buku teks disekolah-sekolah di scotlandia abad 17 sampai 19. Karena adanya berbagai kemajuan dalam masyarakat, maka dalam perkembnagan selanjutnya jenis kemampuan mempunyai nilai yang lebih tinggi.
Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Dalam dua decade pertama dari abad 20 sejumlah ahli psikologi dikumpulkan dalam satu komisi untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan untuk menyeleksi setiap anak-anak yang akan masuk sekolah menengah yang tidak mempu membayar uang sekolah. Kemudian tes tersebut juga digunakan sebagai alat bagi penentuan kenaikan kelas serta sebagai saringan masuk. Pelaksanaan ujian-ujian tersebut sejalan dengan anggapan masyarakat pada waktu itu, bahwa hanya sebagian dari penduduk yang mempunyai kemampuan untuk menguasai pengetahuan pada suatu jenis sekolah atau paa jenjang sekolah tertentu. Sistem ujian yang mempunyai nilai historis ini digunakan untuk mengontrol efisiensi dan efektifitas pelaksanaan sekolah. Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek baergantung pada pandangan yang menggunakannya.
Sistem ujian yang dilaksanakan diatas, lebih banyak digunkakan untuk mengukur atau menguji kemampuan individu (siswa). Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan murid, guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman sekolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur kemampuan siswa digunakan siswa digunakan istilah examination atau assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat digunakan istilah evaluation.
Para evaluator menyadari bahwa anneka macam kerangka kerja evaluasi mempunyai implikasu terhadap penentuan keputusan pendidikan. Barry mc Donald (1975), mendasarkan argumentasnya pada anggapan dasar bahwa evaluasi merupsksn krgistsn politik. Is membedakan adanya tiga tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu evaluasi birokaratik, otokratik dan demokratik.
Evaluasi birokratik merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki wewenag control terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan. Evaluator menerima kebijaksanaan dari pemegang jabatan, dengan menggunakan berbagai informasi yang diperoleh akan membantu mereka mencapai tujuan dari kebijaksanaan yang telah digariskan. Evaluator tidak mempunyai kekuasaan sendiri, atau control sendiri terhadap penggunaan informasi yang diperoleh. Prinsip utama evaluasi birokratik adalah pelayanan (service), penggunaan (utility), dan efisiensi (efficiency).
Evaluasi olokrtik, merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga pemerintah yang weweng control cukup besar dalam mengalokasikam sumber-sumber pendidikan. Tugas para evaluator adalah membantu pelaksanaan kebijaksanaan, ketentuan –ketentuan hukum dan moral dari birokrasi. Peranan evaluator tidak dicampuri pleh pihak yang dilayaninya, dan ia mempunyai wewenang penuh dalam bidangnya. Bila rekomendasi evaluator ditolak maka kebijaksanaannya tidak bisa dilaksanakan. Sumber kekuatan evaluator adalah penelitian kemasyarakatan. Konsep utama evaluator otokratik adalah evaluasi yang bersifat prinsipil dan objektif (principles and objectivity).
Evaluasi demokratik, merupakan layanan pemberian informasi terhadap masyarakat, tentang program-program pendidikan. Evaluasi ini menganut nilai pluralisme serta menguhasakan memenuhi berbagai minat masyarakat dalam memberikan informasi. Tugasnya adalah memberikan informasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat, dan evaluator bertindak sebagai pelantara dalam pertukaran informasi diantara kelompok-kelompok yang berbeda. Teknik pengumpulan dan penyajian data yang digunakan harus dapat dipahami oleh penerima informasi yang bukan ahli. Kriteria keberhasilannya adalah pihak yang dilayaninya seluas-luasnya. Konsep utama elevator demokratis adalah kerahasiaan, musyawarah dan tercapainya sasaran (confidentiality, negosiasi, and accessibility).
Sebagai contoh Mc Donald memandang bahwa pelaksanaan evaluasi di Amerika Serikat dewasa ini bersifat birokratik, karena kenyataannya evaluasi sebagian besar dibiayai oleh pemerintah pusat atau negara bagian, kedudukan evaluator berbeda-beda dibawah lembaga federal. Lembaga-lembaga pendidikan setempat berada dibawah lembaga-lembaga yang memberikan biaya.
Pelaksanaan penilaian kurikulum dapat dilihat juga pada konteks mikro yaitu tingkat pembelajaran, di mana seorang guru terutama dalam implementasi KBK akan menilai kurikulum apda spek tujuan yang aktual dalam bentuk TPU dan TPK , organisasi materi dan cara penyampaian materi, metode yang dikembangkan serta media yang dipakai dalam membantu kelancaran belajar siswa, sistem penilaian pembelajaran itu sendiri. Maka pada konteks ini betul-betul bahwa evaluasi kurikulum memang harus dilaksanakan. Di mana ujung akhir dapat dijadikan bahan atau masukan dalam nenentukan kenaikan kelas pada siswa.
Pada dasarnya evaluasi kurikulum dapat dipandang dari konteks mikro dn makro serta fungsinya. Dari sudut pandang makro berarti evaluasi kurikulum ditujukan pada program kurikulum secara keseluruhan dalam suatu institusi atau kelembagaan. Di mana prosesnya akan terukur dari setiap penyuelenggaraaan program kurikulum untuk setiap mata pelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran. Sedangkan dalam konteks mikro berarti evaluasi kurikulum ditujukan pada upaya perbaikan pembelajaran pada tingkat elas, di mana hasilnya dapat berupa kualitas pembelajaran dan kualitas output atau keluaran hasil pembelajaran berupa keterampilan dan kecapakan siswa.
Dapun ditinjau dari fungsi evaluasi, maka evaluasi kurikulum dapat berfungsi untuk:
a. Perbaikan, dimana evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki isi program, pelaksanaan, dan evaluasi itu sendiri, sera upaya kearah inovasi kurikulum msa yang akan datang.
b. Penempatan, dalam arti evaluasi kurikulum ditujukan untuk melihat hasil pembelajaran , dimana peserta didik yang mengikuti program kurikulum dalam bentuk pembelajaran akan dipetakan dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Hal ini sangat penting guna menilai dan mengembangkan kualitas dan kesesuaian kurikulum dengan klebutuhan peserta didik.
c. Penyebaran, evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam rangka memberikan perlakukan secara merata pada setiap satuan pendidikan dna jenjang pendidikan untuk semua daerah baik perkotaan, pedesaan bahkan daerah terpencil sekalipun. Tujuannya agar kurikulum yang baru seperti KBK betul-betul teruji oleh semua kondisi dan karakteristik sistem pembelajaran sebagai wujud implementasinya di lapangan.
d. Penelitian dan Pengembangan, evaluasi kurikulum dilaksanakan guna melihat dampak atau perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat, apakah kurikulum tersebut dapat diterima atau masih perlu direvisi bahkan dikembangkan. Hal ini sangat penting guna mengontrol implementasi KBK diseluruh tanah air.
Dari keempat fungsi evaluasi kurikulum ini, maka dapat terlihat jika salah satunya dilaksanakan, maka akan menuntut langkah atau fungsi yang lainnya untuk dilakukan juga. Hal ini memungkinkan terjadi karena jika dikembalikan pda pemhaaman kurikulum sebagai suatu sistem, dengan demikian pelaksanaan evaluasi kurikulum juga harus berbasis sistemik.
Secara lebih khusus bentuk pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada kategori sebagai berikut :
a. Evaluasi terhadap konsep kurikulum, evaluasi dilakukan dengan tujuan mengkur sejauhmana pemahaman masyarakat belajar terhadap konsep kurikulum yang akan dioimplementasikan di sekolah-sekolah. Evaluasi ini bisa dilakukan dengan teruju pda aspek yang dievaluasi mencakup teori, pemahaman dasar, latar belakang, keterbacaan konsep kurikulum itu sendiri.
b. Evaluasi terhadap komponen kurikulum, evaluasi ini dilaksanakan tehradap komponen tujuan, komponen materi atau isi, komponen metode, dan komponen evaluasi itu sendirei. Di mana pelaksananaannya dapat dilakukan pada setiap pembelajaran berlangsung. Karena melalui pembeljaaranlah semua komponen kurikulum dalam arti kurikulum aktual dapat terlihat dengan jelas dan dirasakan oleh peserta didik.
c. Evaluasi terhadap isi program kurikulum, evaluasi dilaksanakan terhadap semua isi propgram, baik menyangkut keluasan dan kedalaman isi Scope dan Sequence. Hal ini sangat penting guna memetakkan program yang proporsional antara jenjang pendidikan dasar, menengah, lanjutan dan mungkin pendidikan tinggi. Isi program dikaitkan dengan filsafat kurikulum yang dewasa ini menggunakan konsep life skill sebagai tujuan yang harus betul-betul memberikan perubahan perilaku pada kehidupan peserta didik.
d. Evaluasi terhadap prinsip-prinsip kurikulum, evaluasi ini dilakukan terhadap prinsip-prinsip yang selama ini menjladi landasan pengembangan kurikulum baik secara makro maupun mikro. Evaluasi terhadap prinsip ini sangta penting guna memberikan dan melihta tingkat keefektifn dari kontribusi kurikulum yang baru bagi masyarakat.
e. Evaluasi terhadap landasan pengembangan kurikulum, evaluasi ini dilakukan tehradap landasan-landasan pengembangan kurikulum. Evaluasi mulai dilakukan terhadap landasan filosofis, hal ini penting karena masalah filposofis akan menjadi dasar bagi pengembangan dan keberlangsungan diterima tidaknya implementasi suatu kurikulum dalam suatu negara. Evaluasi terhadap landasan sosiologis, perlu dilakukan karena isi kurikulum harus mewadahi perkembangan dan kemajuan serta tuntutan dari masyarakat. Evaluasi terhadap landasan psikologis, harus dilakukan karena kurikulum disusun untuk memenuhi segala kebutuhan manusia secara individu, sosial, dan sistem. Evaluasi terhadap landasan IPTEK, sangat penting dilakukan karena kurikulum harus relevan dan sesauai serta mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping juga membekali masyarakat dengan IPTEK tersebut untuk mampu melakukan inovasi kurikulum yang akan datang.
f. Evaluasi terhadap evaluasi kurikulum itu sendiri evaluas ini dilakukan sebagai kontrol terhadap pelaksanaan evaluasi kurikulum dalma konteks sebelumnya. Karena tidak menutup kemungkinan evluasi dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur, jenis, fungsi, entuk dan alat yang semestinya dipakai dalam evaluasi. Dari sudut hakikat evaluasi juga kemungkinan evaluasi kurikulum tidak dilaksanakan tepat pada saaran, atau eval;uasi hanya dilaksanakan pada daerah-daerah tertentu tidk menyeluruh sehingga hasilnya dapat membingungkan dalam upaya inovasi dan pengembangan kurikulum lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut, maka evaluasi terhadap kegiatan evaluasi kurikulum itu sendiri harus dilaksanakan.



























KESIMPULAN

1. Evaluasi merupakan suatu proses, yaitu dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan.
2. Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
3. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.
4. Dengan adanya ujian, maka jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan status lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan skolastik umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi daripada penguasaan kemampuan yang lainnya
5. Evaluasi birokratik merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki wewenag control terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan.
6. Evaluasi olokrtik, merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga pemerintah yang weweng control cukup besar dalam mengalokasikam sumber-sumber pendidikan.
7. Evaluasi demokratik, merupakan layanan pemberian informasi terhadap masyarakat, tentang program-program pendidikan.











DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Purwanto dan Atwi (1999). Evaluasi Program Diklat. Jakarta: Lembaga administrasi
Negara.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Suparman, A. dan Purwanto. (1999). Evaluasi Program Diklat. Jakarta: STIA –LAN Press.
budidaya pertanian

Budidaya Kentang
( Solanun tuberosum L. )
I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat
Tanaman ini berasal dari daerah subtropis di Eropa yang masuk ke Indonesia pada saat bangsa Eropa memasuki Indonesia di sekitar abad ke 17 atau 18.

1.2. Sentra Penanaman
Sentra tanaman yang utama adalah Lembang dan Pangalengan (Jawa Barat), Magelang (Jawa Timur), Bali. Produksi kentang pada tahun 1998 mencapai 1.011.316 ton.

1.3. Jenis Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur tanaman kentang antara 90-180 hari.
Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Divisi : Spermatophyta
b) Subdivisi : Angiospermae
c) Kelas : Dicotyledonae
d) Famili : Solanaceae
e) Genus : Solanum
f) Species : Solanun tuberosum L.

Dari tanaman ini dikenal pula spesies-spesies lain yang merupakan spesies liar, di antaranya Solanum andigenum L, Solanum anglgenum L, Solanum demissum L dan lain-lain. Varitas kentang yang banyak ditanam di Indonesia adalah kentang kuning varitas Granola, Atlantis, Cipanas dan Segunung .

1.4. Manfaat Tanaman

Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara barat. Zat-zat gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan vitamin B 0,04 mg


II. SYARAT PERTUMBUHAN

2.1. Iklim

Daerah dengan curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun sangat sesuai untuk membudidayakan kentang. Daerah yang sering mengalami angin kencang tidak cocok untuk budidaya kentang.

Lama penyinaran yang diperlukan tanaman kentang untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-10 jam/hari. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan masa perkembangan umbi.

Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 18-21 derajat C. Pertumbuhan umbi akan terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 derajat C dan lebih dari 30 derajat C.

Kelembaban yang sesuai untuk tanaman kentang adalah 80-90%. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan.

2.2. Media Tanam

Secara fisik, tanah yang baik untuk bercocok tanaman kentang adalah yang berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan menjamin ketersediaan oksigen di dalam tanah.

Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah Andosol yang terbentuk di pegunungan-pegunungan.

Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman kentang bervariasi antara 5,0-7,0, tergantung varietasnya. Untuk produksi yang baik pH yang rendah tidak cocok ditanami kentang. Pengapuran mutlak diberikan pada tanah yang memiliki nilai pH sekitar 7.

2.3. Ketinggian Tempat
Daerah yang cocok untuk menanam kentang adalah dataran tinggi/daerah pegunungan, dengan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl. Ketinggian idealnya berkisar antara 1000-1300 m dpl. Beberapa varitas kentang dapat ditanam di dataran menengah (300-700 m dpl).



III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

3.1. Pembibitan

Bibit Tanaman kentang dapat berasal dari umbi, perbanyakan melalui stek batang dan stek tunas daun.

Umbi

Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram. Pilih umbi yang cukup tua antara 150-180 hari, umur tergantung varietas, tidak cacat, umbi baik, varitas unggul.

Umbi disimpan di dalam rak/peti di gudang dengan sirkulasi udara yang baik (kelembaban 80-95%). Lama penyimpanan 6-7 bulan pada suhu rendah dan 5-6 bulan pada suhu 25 derajat C.

Pilih umbi dengan ukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas.

Gunakan umbi yang akan digunakan sebagai bibit hanya sampai generasi keempat saja.

Setelah bertunas sekitar 2 cm, umbi siap ditanam.

Bila bibit diusahakan dengan membeli, (usahakan bibit yang kita beli bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa dan dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi yang dibelah harus direndam dulu di dalam larutan Dithane M-45 selama 5-10 menit. Walaupun pembelahan menghemat bibit, tetapi bibit yang dibelah menghasilkan umbi yang lebih sedikit daripada yang tidak dibelah. Hal tersebut harus diperhitungkan secara ekonomis.
Stek Batang dan stek tunas
Cara ini tidak biasa dilakukan karena lebih rumit dan memakan waktu lebih lama. Bahan tanaman yang akan diambil stek batang/tunasnya harus ditanam di dalam pot. Pengambilan stek baru dapat dilakukan jika tanaman telah berumur 1-1,5 bulan dengan tinggi 25-30 cm. Stek disemaikan di persemaian. Apabila bibit menggunakan hasil stek batang atau tunas daun, ambil dari tanaman yang sehat dan baik pertumbuhannya.



3.2. Pengolahan Media Tanam

Lahan dibajak sedalam 30-40 cm sampai gembur benar supaya perkembangan akar dan pembesaran umbi berlangsung optimal. Kemudian tanah dibiarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan.

Pada lahan datar, sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah Barat-Timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal, sedang pada lahan berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kimiringan tanah untuk mencegah erosi. Lebar bedengan 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Lebar dan jarak antar bedengan dapat diubah sesuai dengan varietas kentang yang ditanam. Di sekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.

3.3. Teknik Penanaman

3.3.1. Pemupukan Dasar

a) Pupuk dasar organik berupa kotoran ayam 10 ton/ha, kotoran kambing sebanyak 15 ton/ha atau kotoran sapi 20 ton/ha diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih seminggu sebelum tanam, dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam.
b) Pupuk anorganik berupa SP-36=400kg/ha.

3.3.2. Cara Penanaman

Bibit yang diperlukan jika memakai jarak tanam 70 x 30 cm adalah 1.300-1.700 kg/ha dengan anggapan umbi bibit berbobot sekitar 30-45 gram.

Jarak tanaman tergantung varietas. Dimanat dan LCB 80 x 40 sedangkan varietas lain 70 x 30 cm.

Waktu tanam yang tepat adalah diakhir musim hujan pada bulan April-Juni, jika lahan memiliki irigasi yang baik/sumber air kentang dapat ditanam dimusim kemarau. Jangan menanam dimusim hujan. Penanaman dilakukan dipagi/sore hari.

Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 8-10 cm. Bibit dimasukkan ke lubang tanam, ditimbun dengan tanah dan tekan tanah di sekitar umbi. Bibit akan tumbuh sekitar 10-14 hst.

Mulsa jerami perlu dihamparkan di bedengan jika kentang ditanam di dataran medium.
3.4. Pemeliharaan Tanaman

3.4.1. Penyulaman

Untuk mengganti tanaman yang kurang baik, maka dilakukan penyulaman. Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Bibit sulaman merupakan bibit cadangan yang telah disiapkan bersamaan dengan bibit produksi. Penyulaman dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang mati/kurang baik tumbuhnya dan ganti dengan tanaman baru pada lubang yang sama.

3.4.2. Penyiangan
Lakukan penyiangan secara kontinyu dan sebaiknya dilakukan 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan. Jadi penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman. Penyiangan harus dilakukan pada fase kritis yaitu vegetatif awal dan pembentukan umbi.

3.4.3. Pemangkasan Bunga
Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara untuk pembentukan umbi dan pembungaan.

3.4.4. Pemupukan

Selain pupuk organik, maka pemberian pupuk anorganik juga sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk yang biasa diberikan Urea dengan dosis 330 kg/ha, TSP dengan dosis 400 kg/ha sedangkan KCl 200 kg/ha. Secara keseluruhan pemberian pupuk organik dan anorganik adalah sebagai berikut:

Pupuk kandang: saat tanam 15.000-20.000 kg.

Pupuk anorganik

Urea/ZA: 21 hari setelah tanam 165/350 kg dan 45 hari setelah tanam 165/365 kg.

SP-36: saat tanam 400 kg.

KCl: 21 hari setelah tanam 100 kg dan 45 hari setelah tanam 100 kg.

Pupuk cair: 7-10 hari sekali dengan dosis sesuai anjuran.
Pupuk anorganik diberikan ke dalam lubang pada jarak 10 cm dari batang tanaman kentang.

3.4.5. Pengairan

Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk. Selang waktu 7 hari sekali secara rutin sudah cukup untuk tanaman kentang. Pengairan dilakukan dengan cara disiram dengan gembor/embrat/dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

3.5. Hama dan Penyakit

3.5.1. Hama

Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun dengan memakan bagian epidermis dan jaringan hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) mekanis dengan memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) kimia dengan Azordin, Diazinon 60 EC, Sumithion 50 EC.
Kutu daun (Aphis Sp)
Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus bagi tanaman kedelai. Pengendalian: dengan cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi, menyemprotkan Roxion 40 EC, Dicarzol 25 SP.

Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: menggunakan tepung Sevin 85 S yang dicampur dengan pupuk kandang.
Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
Gejala: pada daun yang berwarna merah tua dan terlihat adanya jalinan seperti benang yang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, akan terlihat adanya lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian: secara kimia menggunakan Selecron 500 EC, Ekalux 25 EC, Orthene &5 SP, Lammnate L.
Hama trip ( Thrips tabaci )
Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, selanjutnya berubah menjadi abu-abu perak dan kemudian mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1) secara mekanis dengan cara memangkas bagian daun yang terserang; (2) secara kimia menggunakan Basudin 60 EC, Mitac 200 EC, Diazenon, Bayrusil 25 EC atau Dicarzol 25 SP.




3.5.2. Penyakit

Penyakit busuk daun
Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah, lalu bercak-bercak ini akan berkembang dan warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium. Selanjutnya daun akan membusuk dan mati. Pengendalian: menggunakan Antracol 70 WP, Dithane M-45, Brestan 60, Polyram 80 WP, Velimek 80 WP dan lain-lain.

Penyakit layu bakteri
Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: dengan cara menjaga sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pemberantasan secara kimia dapat menggunkan bakterisida, Agrimycin atu Agrept 25 WP.
Penyakit busuk umbi
Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Pada bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: dengan cara pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik.
Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: infeksi pada umbi menyebabkan busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: dengan menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pengendalian kimia dengan Benlate.
Penyakit bercak kering (Early Blight)
Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang biak di daerah kering. Gejala: daun terinfeksi berbercak kecil yang tersebar tidak teratur, berwarna coklat tua, lalu meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: dengan pergiliran tanaman.

Penyakit karena virus
Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda. Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, memberantas vektor dan pergiliran tanaman.
3.6. Panen

3.6.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Pada varietas kentang genjah, umur panennya 90-120 hari; varietas medium 120-150 hari; dan varietas dalam 150-180 hari.

Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen apabila daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan dan agak mengering. Selain itu tanaman yang siap panen kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

3.6.2. Cara Panen

Waktu memanen sangat dianjurkan dilakukan pada waktu sore hari/pagi hari dan dilakukan pada saat hari cerah. Cara memanen yang baik adalah sebagai berikut: cangkul tanah disekitar umbi kemudian angkat umbi dengan hati hati dengan menggunakan garpu tanah. Setelah itu kumpulkan umbi ditempat yang teduh. Hindari kerusakan mekanis waktu panen.



VI. REFERENSI

6.1. Daftar Pustaka

a) Budi Samadi, Ir. 1997. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
b) Bonus Trubus no. 342. 1998. Analisis Komoditas Kebal Resesi.



Diposkan oleh dimasadityaperdana pada 20:12
Label: Budidaya